Property:Biography text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
F
Rhamadani menamatkan studi S1 pada program studi Industri Perjalanan Wisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Saat ini, Rhamadani berprofesi sebagai marketer pada sebuah perusahaan jasa pariwisata sejalan dengan pengalamannya terdahulu.  +
Tingginya Prevalensi Stunting hingga kini masih menjadi tantangan bagi Kabupaten Jembrana. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting tidak hanya menyebabkan perkembangan fisik menjadi tidak maksimal, tetapi juga mempengaruhi kekuatan daya tahan tubuh hingga perkembangan otak. Penyebab terjadinya stunting pada anak karena seorang ibu menikah dan hamil di Usia Muda sehingga praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelumnya, pada masa kehamilan dan setelah melahirkan. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Kabupaten Jembrana sebesar 14,2 persen yang dapat dikatakan tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Provinsi Bali. Karena tingginya prevalensi Stunting di Kabupaten Jembrana sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari seluruh masyarakat. Kontribusi Remaja sangat penting dalam penurunan angka stunting di Kabupaten Jembrana, sehingga Solusi yang dapat saya berikan untuk penurunan angka stunting yang cukup tinggi di Kabupaten Jembrana adalah memperkuat kolaborasi dan melakukan Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir yaitu melalui kerja sama Pemerintah dengan Remaja. Program Forum GenRe Jembrana merupakan bentuk kerja sama pemerintah dengan remaja Jembrana dalam menangani permasalahan stunting. Forum GenRe Jembrana dibentuk OLEH, DARI, DAN UNTUK REMAJA sebagai tempat untuk memberikan edukasi kepada seluruh Remaja di Jembrana untuk tidak salah bergaul yang menjadi faktor penyebab Pernikahan Dini, yang pada akhirnya kesiapan fisik dan psikis remaja yang menikah di usia muda yang mejadi salah satu penyebab angka kelahiran bayi atau anak yang menderita stunting di Kabupaten Jembrana. Beberapa Program yang sudah dilaksanakan Forum GenRe Jembrana salah satunya program RUMAH PENTING(Rumahnya Remaja Peduli Stunting) yang dimana tujuan dari program ini adalah untuk mengajak Para Remaja untuk ikut memberikan edukasi kepada remaja remaja yang ada di Kabupaten Jembrana seputar Bahaya Stunting, bagaimana pencegahan stunting, dan memahami faktor-faktor penyebabnya. dengan begitu Remaja memiliki kesiapan yang matang sebagai calon ibu, mengetahui gizi seimbang, dan bisa menerapkan pola asuh yang benar sehingga dapat menurunkan resiko anaknya nanti terkena stunting. Dilaksanakan juga pemeriksaan kesehatan dan pengecekan Anemia pada Remaja Perempuan. Selain itu, program ini juga menyasar ke rumah-rumah warga yang kurang mampu untuk memberikan donasi berupa makanan dengan gizi seimbang untuk mencegah stunting seperti Telur. Keterlibatan Remaja dalam upaya pencegahan stunting sangat diperlukan, sebab remaja merupakan agen perubahan yang bisa turut diberdayakan dari sisi pemikirannya. Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka stunting baik melalui Program dinas terkait, juga tidak terlepas dari peran remaja yang ada di kabupaten jembrana untuk ikut menkampanyekan seputar bahaya Stunting. Stunting merupakan masalah yang sangat serius, jangan sampai kita biarkan generasi muda yang akan menjadi pemimpin bangsa rusak. Ini merupakan langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan indonesia emas 2045. melahirkan generasi muda yang unggul dan berkualitas demi terwujudnya bangsa indonesia yang lebih baik lagi. CEGAH STUNTING SEBELUM GENTING  
Frans Nadjira lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 3 September 1942. Sejak 1974 dia menetap di Bali. Dia dikenal sebagai sastrawan dan pelukis. Tahun 1979 dia mengikuti program penulisan kreatif International Writing Program di University of Iowa, Iowa, USA. Dia pernah belajar seni rupa di Akademi Seni Lukis Indonesia (ASLI), Makassar. Saat melukis dia memilih dan menggunakan metode seni lukis otomatis (psikografi) yang ditekuni hingga sekarang. Irama, gerak, komposisi, dan warna menjadi ruh dalam karya-karyanya. Dalam bidang sastra, terutama puisi, dia banyak menggembleng calon penyair di Bali yang belajar menulis puisi kepada dirinya. Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai massa lokal dan nasional serta luar negeri, antara lain Bali Post, CAK, Kalam, Horison, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia. Juga terangkum dalam antologi Laut Biru Langit Biru, Puisi ASEAN, Spirit That Moves Us (USA), On Foreign Shores, Ketika Kata Ketika Warna, Teh Ginseng, A Bonsai’s Morning. Buku-buku sastranya yang telah terbit adalah Jendela (Kumpulan Puisi, 1980), Bercakap-Cakap di Bawah Guguran Daun-daun (Kumpulan Cerpen, 1981), Springs Of Fire Springs Of Tears (Kumpulan Puisi, 1998),Curriculum Vitae (Kumpulan Puisi, 2007), Pohon Kunang-Kunang (Kumpulan Cerpen, 2010), Catatan di Kertas Basah (Kumpulan Puisi, 2015), Keluarga Lara (Novel, 2016), Jejak-Jejak Mimpi (Novel, 2016), Peluklah Aku (Kumpulan Puisi, 2017).  +
G
Gede Ngurah Surya Hadinata adalah ketua Pekumpulan Filatelis Indonesia Pengurus Daerah Bali sekaligus anggota Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia. Dia telah lebih dari dua puluh tahun aktif dalam dunia perangko dan pos. Selain menjadi salah satu filatelis terkemuka di Bali, dia juga mendirikan sekolah menengah kejuruan di kampung halamannya, Nusa Lembongan. Dalam dunia pendidikan, dia aktif pula sebagai anggota pembina dan pelatih Pramuka yang memang ditekuninya sejak kecil. Pak Surya, atau Kak Surya, demikian sapaan akrabnya dalam dunia kepramukaan, rutin menyelenggarakan pameran filateli berskala lokal, regional, nasional maupun internasional.  +
GDE ARTAWAN lahir di Klungkung, 20 Februari 1959. Dosen di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha. Pendidikan terakhir S3 program doktor Linguistik Universitas Udayana. Menulis esei,puisi, cerpen di beberapa media massa.Sering diundang menjadi pembicara dalam kegiatan sastra dan temu ilmiah, serta ditunjuk menjadi juri dalam kegiatan pembacaan dan penulisan sastra. Menerima Anugerah Seni Wija Kusuma dua kali dari pemerintah Buleleng, tahun 1999 dan tahun 2007. Di Singaraja menjadi koordinator Dermaga Seni Buleleng ( DSB) yang kerapkali menggelar kegiatan apresiasi sastra dan beberapa kali menggelar lomba penulisan puisi se-Bali memperebutkan Singa Ambara Raja Award dalam rangka hari ulang tahun kota Singaraja. Kumpulan cerpennya ‘Petarung Jambul’ mendapat Anugerah Seni Widya Pataka dari Pemerintah Propinsi Bali tahun 2008. Buku karya sastranya terhimpun dalam ‘Kaki Langit’(1984). ‘Buleleng dalam Sajak’(1996), ‘Kesaksian Burung Suksma’(1996), ‘Spektrum’ (1997), ‘Tentang Putra Fajar’ (2001), ‘Puisi Penyair Bali’ (2006), Dendang Denpasar, Nyiur Sanur (2012). Buku puisi tunggalnya adalah “Tubuhku Luka Pesisir, Tubuhmu Luka Pegunungan” (2014).  +
Gde Aryantha Soethama, lahir di Bali, 15 Juli 1955. Namanya dikenal melalui sejumlah karya sastranya berupa cerpen, novel, dan esai yang dipublikasikan di berbagai media massa, seperti Kompas, Bali Post, Sinar Harapan, dll. Pada tahun 2006, buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Mandi Api” meraih penghargaan Kusula Sastra Khatulistiwa untuk kategori Prosa. Gde Aryantha Soethama mengawali debutnya sebagai penulis sejak usia muda. Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Dia pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi mingguan Karya Bhakti (1981-1987) dan redaktur harian Nusa Tenggara (1989-1990). Pada tahun 1979 sampai dengan 1981, setiap dua pekan, dia menulis skenario penyuluhan peternakan dan memerankannya untuk Stasiun TVRI Denpasar. Kini ia aktif menulis esai budaya serta cerita pendek, sembari mengurus penerbitan dan percetakannya. Buku-bukunya, antara lain: Wawancara Jurnalistik (karya jurnalistik), Koran Kampus (karya jurnalistik), Menjadi Wartawan Desa (karya jurnalistik), Tak Jadi Mati (kumpulan cerpen, 1984), Langit Dibelah Dua (naskah drama, 1984), Daerah Baru (kumpulan cerpen, 1985), Koran Kampus (1986), Suzan/ Wanita Amerika Dibunuh di Ubud (novel), Pilihanku Guru/Senja di Candi Dasa (novel), Bali is Bali (kumpulan esai, 2003), Basa Basi Bali (kumpulan esai, 2002), Bali Tikam Bali (kumpulan esai, 2004), Bolak Balik Bali (kumpulan esai), Mandi Api (kumpulan cerpen, 2006, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Vern Cock dengan judul Ordeal by Fire), Dari Bule Jadi Bali (Kumpulan esai, 2010), Jangan Mati di Bali (Kumpulan esai, 2011), Menitip Mayat di Bali (kumpulan esai, 2016).  +
Gde Dharna lahir di Sukasada, 27 Oktober 1931. Beliau adalah pensiunan PNS dari kantor Perdagangan Buleleng. Sejak tahun 1953 beliau menulis sajak dan drama pentas, drama radio, serta drama televisi baik berbahasa Indonesia maupun berbahasa Bali. selain daripada itu,beliau juga menulis cerpen, lagu berbahasa Indonesia maupun berbahasa Bali, lagu Janger, Genjek, Dolanan, Geguritan dan lagu Paduan Suara. Karangan-karangan beliau yang telah dipublikasikan maupun didokumentasikan seperti: Puisi berbahasa Indonesia 75 yang dimuat pada Koran Suluh Marhaen, Bali Post, Nusa Tenggara, dan dimuat pada kumpulan puisi berjudul “Pantai-Pantai”, “Kaki Langit”, “Penyair Asean”, dan “Perang Jagaraga dalam puisi”. Puisi berbahasa Bali 80, yang dimuat pada majalah Burat Wangi, Canang Sari, dan dikumpulkan menjadi kumpulan yang berjudul “Kobarang Apine” (Drama dan Puisi), “Perang Bali” serta “Leak Macolek Bunga”. Drama berbahasa Indonesia ada 20, berupa naskah yang dipentaskan dalam masyarakat, RRI Singaraja, dan TVRI Denpasar. Skenario film yang berjudul: “Ngawit Saking Banjar” (film PKB diputar keliling Bali), “Ki Bayan Suling” (diputar di Bali dan Lombok), dan “Ni Jempiring” (diputar di Bali dan Lombok). Tembang-tembang pop diperkirakan sudah ada 50 yang dikumpulkan menjadi kumpulan oleh Dinas Pengajaran Provinsi Bali sebagai tembang anak-anak SD (jilid I, II, III), dan sudah juga dijadikan kumpulan oleh Listibiya Kabupaten Buleleng. Nyayian Janger sebanyak 50, Nyanyian paduan suara berbahasa Bali ada 12, dan nyanyian yang berjudul “Dagang Tuak” dinyanyikan oleh duta Bali ke Tingkat Nasional. Lagu pop daerah kategori dewasa ataupun anak-anak. Nyanyian genjek ada sekitar 30 dan sempat mendapatkan juara lomba Genjek se-Bali. Gegitan ada sebanyak 15, dan dua dari tembang tersebut yang berjudul Gili Menjangan dan I Pepaka mendapat penghargaan dari gubernur Bali. Tembang Dolanan sebanyak 12, dan Mars serta Hymne ada 10 seperti mars TP 45, “Singa Ambara Raja”, “Porda Bali”, dsb. Juga menulis dua cerita pendek berbahasa Bali yang berjudul “Tusing Ada Apa Dé” (2003), serta “Dasa Tali Dogen” (2009). Ada juga Novel berbahasa Indonesia berjudul Bintang Den Bukit (2015) berbagai juara dan penghargaan juga pernah didapatkan seperti: Juara I Lomba Penulisan Puisi Kartini se-Nusa Tenggara, Juara Lomba Bintang Radio Se-Bali, Jenis Seriosa dan Keroncong (Juara II tahun 1956; Juara II tahun 1957, Juara I tahun 1958, Juara II tahun 1959, tahun 1960, lan tahun 1974), Juara I Lomba Penulisan Naskah Drama Berbahasa Bali yang dilaksanakan oleh Listibya Bali tahun 1986, Juara I Lomba Menulis Lagu Bali Anak-Anak (tahun 1987; tahun 1988, dan tahun 1994), Juara I Menulis Lagu Pop Bali jenis déwasa tahun 1989, Juara II Menulis Lagu Pop Bali jenis remaja tahun 1994, penghargaan Wijaya Kusuma dari Bupati Buléléng tahun 1981, penghargaan Dharma Kusuma dari Gubernur Bali tahun 1989, Hadiah Sastra Rancagé dari Yayasan Rancagé Indonésia, dan penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali dengan kumpulan cerita pendek “Dasa Tali Dogén”. Lain daripada itu, Gde Dharna juga aktif dalam berbagai bidang organisasi seperti menjadi Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) (1963-1971), Ketua Anak Cabang PNI Kecamatan Sukasada (1963-1987), Ketua Bagian Seni Budaya dan Kerohanian DPD Kabupaten Buleleng dan sebagai anggota DPRD Buleleng dua periode (1075-1985), Ketua Markas Ranting LVRI Kecamatan Sukasada sejak tahun 1987, Sekretaris Markas Cabang LVRI Kabupatén Buléléng sejak tahun 1986. Beliau berpulang meninggalkan dunia pada hari Minggu, 13 Séptémber 2015. Segala hasil karya beliau dan juga prestasi beliau akan senantiasa dikenanang di dunia ini khususnya pada hati masyarakat Bali.  
Hartanto alias Gde Hariwangsa lahir di Surakarta, 1958. Menetap di Bali sejak 1980-an. Dia menulis puisi sejak SMP. Karyanya dimuat di Bali Post, NusaTenggara, Suara Karya, Suara Pembaharuan, Tempo, Hai, Ceria, Basis, Femina, Wanita Indonesia, dan Jurnal Kebudayaan CAK. Buku puisi tunggalnya berjudul Ladrang (1995). Puisinya juga terhimpun dalam buku Dendang Denpasar, Nyiur Sanur (2012), Ibunda Tercinta (2021). Dia juga menulis buku seni rupa, antara lain Arie Smit Memburu Cahaya Bali (2000), Siluhet Perempuan (2000), Tree of Life (2018). Pernah bekerja sebagai wartawan majalah Matra. Belakangan dia memilih menjadi petani di kawasan Bali utara.  +
Gede Geruh, lahir di Pedungan, Denpasar, Bali, 17 Juli 1915. Ia adalah maestro seni tari Gambuh. Menekuni seni tari sejak usia enam tahun. Meski buta huruf alias tak bisa baca-tulis, namun segala jenis tembang berbahasa Jawa Kuna (Kawi) yang mengiringi pertunjukan Gambuh mampu dikuasainya di luar kepala. Gambuh diperkirakan masuk dari Jawa ke Bali sejak pemerintahan Raja Udayana di Bali, sekitar abad ke-10 Masehi. Pertengahan dasawarsa 1960-an, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI, kini ISI) Denpasar, menjadikan Geruh narasumber penting untuk riset dan merekonstruksi tari Gambuh yang langka itu. Geruh pernah diangkat menjadi Dosen Luar Biasa di ASTI Denpasar. Dari Geruh inilah ASTI kemudian dapat memadukan Gambuh dengan Gong Semar Pagulingan sebagai pengiring sehingga lahir istilah Gambuh Anyar. Aslinya, tarian Gambuh banyak diiringi instrumen rabab dan suling.  +
Gede Gunada adalah seorang pelukis kelahiran Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Dia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar, kemudian melanjutkan kuliah di STKIP Amlapura, Karangasem. Sejak 1995 dia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Gebyar Sekolah Menengah Kesenian (SMK) se-Indonesia (1995), Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Dia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indoneisa di kampus UNHI Denpasar. Karya-karyanya banyak mengangkat tentang manusia dan alam dengan gaya yang ekspresif.  +
Berprofesi sebagai Arsitek, Gede merancang dan membangun Rumah Intaran - rumah dari Pengalaman Rasa. Pengalamannya membawa pengetahuan yang luas tentang produk lokal dan pandangan yang tajam terhadap peluang bisnis potensial. Dia bersemangat untuk menyelami kekayaan budaya dan hasil alam Bali Utara untuk menemukan bahan, produk, dan pengalaman terbaik. diterjemahkan dari https://www.pengalamanrasa.com/  +
Gede Prama (Guruji Gede Prama) adalah seorang penulis buku spiritual, pembicara, motivator dan pembimbing meditasi asal Bali. Ia lahir di Desa Tajun, Buleleng, 2 Maret 1963. Pada tahun 1993, ia meraih gelar Master of Art di Human Behavioral Science dari Lancaster University, Inggris dan mengikuti top management course di INSEAD Fontainebleau, Perancis. Ia pernah menjadi dosen MBA Sekolah Manajemen di Universitas Prasetiya Mulya (1990-1993), bekerja di PT Air Mancur Solo sebagai anggota Dewan Komisaris, sebagai direktur SDM hingga akhirnya sebagai CEO (presiden direktur) dengan ribuan karyawan (1997-2002). Tahun 2002 ia menarik diri dari dunia usaha dan memulai perjalanan spiritual. Pada tahun 2008 ia pergi ke India dan berguru pada Dalai Lama. Ia telah menerbitkan lebih dari seratus buku, puluhan buku audio, ribuan artikel yang dimuat di media-media ternama di Indonesia seperti Kompas, Media Indonesia. Ia sering diundang sebagai motivator, baik dalam dunia korporasi, pendidikan maupun keagamaan. Selama beberapa tahun ia memberikan bimbingan meditasi untuk umum di Brahma Vihara Arama, Buleleng, mengajarkan cinta kasih dan menyebarkan pesan kedamaian. Dari kediamannya yang dikenal dengan nama Ashram Avalokiteshvara, ia memberikan pelayanan bimbingan meditasi tanpa pernah memungut bayaran. Pelayanan lainnya yang telah berlangsung bertahun-tahun diantaranya pusat layanan melalui telepon 24 jam tanpa bayar. Di antaranya P3A (Pusat Pelayanan dan Perawatan Anak-anak berkebutuhan khusus), P3B (Pusat Pelayanan dan Pencegahan Bunuh diri), P3C (Pusat Pelayanan dan Pencegahan Perceraian). Buku-bukunya yang telah terbit, antara lain Praktik Kepemimpinan Berdasarkan Air (1997), Inovasi atau Mati (2000), Memimpin dengan Hati (2001), Cinta Membuat Kita Bersayap (2003), Kaya Raya Selamanya (2003), Jalan-Jalan Penuh Keindahan (2004), Percaya Cinta Percaya Keajaiban (2004), Jejak-Jejak Makna (2004), Rumah Kehidupan Penuh Keberuntungan (2005), Kebahagiaan Yang Membebaskan (2006), Pencerahan dalam Perjalanan (2006), Dengan Hati Menuju Tempat Tertinggi (2007), Simfoni di Dalam Diri (2009), Pencerahan dalam Perjalanan (2010), Compassion (2013), Nyanyian Kedamaian (2015).  
Gedong Bagoes Oka lahir di Karangasem, Bali, 2 Oktober 1921. Dia adalah tokoh, intelektual, cendekiawan dalam pembaruan Hindu dan gerakan anti kekerasan di Indonesia. Dia dilahirkan dengan nama Ni Wayan Gedong dari pasangan I Komang Layang dan Ni Komang Pupuh. Gedong menempuh pendidikan di Yogyakarta. Di kota itu dia banyak ditempa dengan nilai-nilai demokrasi dan kebinekaan. Kemudian dia melanjutkan sekolah di sekolah tinggi Kristen di Bogor. Pada 1941, Gedong kembali ke Bali dan mengajar di sebuah Sekolah Lanjutan Atas di Singaraja. Pada 1964, Gedong mendapatkan gelar sarjana muda dari Universitas Udayana, Bali. Dia kemudian mengajar bahasa Inggris di Fakultas Sastra Universitas Udayana pada 1965 – 1992. Gedong menikah dengan I Gusti Bagoes Oka. Dia banyak mendapat dukungan dan dampingan rohani dari suaminya, yang sama-sama merupakan pengagum dan pengikut ajaran-ajaran Gandhi. Gedong sangat konsisten menerapkan ajaran-ajaran Mahatma Gandhi dalam kehidupannya. Dia kemudian mendirikan Ashram Gandhi di Denpasar dan Candidasa, Karangasem, Bali. Gedong bersahabat baik dengan Gus Dur dan Romo Mangunwijaya yang sama-sama memperjuangkan nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan. Gedong meninggal pada 14 November 2002. Wajahnya diabadikan dalam perangko terbitan Indonesia.  +
Geg Ary Suharsani, lahir di Mengwitani, Badung, Bali, 13 Oktober 1980. Menamatkan pendidikan di Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana. Dia aktif menulis sejak remaja, berupa cerpen, esai, novel. Semasa mahasiswa dia aktif di pers kampus Akademika, Universitas Udayana. Dia juga pernah menjadi jurnalis di Majalah Pantau. Tulisan-tulisannya dimuat di Majalah Pantau, Bali Post, tatkala.co, Denpost, Nusa Bali, dll. Bukunya yang telah terbit adalah kumpulan cerpen “Cubang” (2019) dan novel “Kunang-kunang Hitam” (2020). Kini dia bekerja sebagai pegawai Bank Negara Indonesia (BNI).  +
HAL YANG BESAR DATANG DARI HAL YANG KECIL indonesia adalah negara yang beragam baik suku, agama, ras, dan antar golongan keberagaman tersebut menjadikan indonesia negara yang kaya akan sumber daya alamnya saking banyaknya keberagaman yang begitu indah masalahnya juga sangat amat banyak, banyak sekali masyarakat yang kurang pendidikan sejak dini, pada masa sekarang banyak sekali orang tua yang saat ini tidak sekolah hingga jenjang sekolah menengah atas maupun lulus sarjana bahkan ada yang tidak sekolah sehingga orang tua banyak tidak bisa mendidik dengan anak dengan benar karena hal tersebut orang tua mendidik dengan caranya sendiri seperti sering membentak anak bahkan hingga memukul anak dengan hal tersebut banyak siswa yang mencontoh dan mengikuti perilaku orang tuanya tersebut dan perilaku tersebut dan melakukan hal yang sama di sekolah yang hal inilah yang menyebabkan pendidikan indonesia merosot ini lah mengapa pendidikan itu penting bagi seluruh masyarakat yang ada di indonesia, hampir seluruh karakter pelajar yang ada diseluruh indonesia baik antara siswa dengan guru atau pengajar bisa juga antar teman karakter siswa ini akan membentuk jati diri siswa baik dalam membentuk kebiasaan siswa namun tidak seluruh siswa mengikuti aturan dengan baik bisa jadi jati diri siswa dirusak karena suasana atau pergaulan disekolah yang kurang baik banyak siswa yang ditemui di seluruh indonesia, menurut data yang dirilis oleh worldtop20.org merilis peringkat pendidikan di indonesia sangat memprihatinkan indonesia berada di peringkat 67 dari 209 negara di seluruh dunia, dengan banyak masalah yang ditemui kita perlu menggali mengapa siswa menjadi kurang pintar dan banyak yang melawan guru dan mengapa pemerintah harus memperhatikan hal tersebut dengan banyaknya masalah indonesia yang beragam ini kami sebagai warga sekolah sadar bahwa jika dibiarkan seperti ini maka kita sebagai generasi muda perlu mewujudkan program nasional yakni indonesia emas 2045, tidak perlu dengan hal yang besar kita cukup dengan mulai dari hal yang kecil banyak program yang dapat dilakukan mulai dari hal yang amat kecil yang sering ditemui di rumah, sekolah, maupun di masyarakat yakni sampah, sampah merupakan suatu limbah ataupun barang yang tidak memiliki nilai fungsi lagi atau bisa dikatakan barang yang tidak berguna banyak sekali siswa yang kurang akal memilih untuk membuang sampah sembarangan mulai di kolong meja, di depan kelas, di toilet, dan tempat tempat yang seharusnya tidak untuk membuang sampah, dengan banyaknya siswa yang melakukan hal tersebut membuat lingkungan kita tidak sehat, kotor, apalagi dengan banyaknya siswa yang ada pada lingkungan sekolah membuat sampah membeludak dalam satu waktu, meski telah diperingati agar tidak membuang sampah sembarangan dengan masalah yang begitu banyak kami sebagai warga sekolah SMA Negeri 3 Kuta Selatan mengambil tindakan untuk membuat sebuah tim bebas sampah dengan cara memilah sampah dengan dengan membagi bagi sampah sesuai dengan jenisnya, dengan hal ini kami mengharapkan agar seluruh siswa sadar membuang sampah pada tempatnya dan sesuai dengan kategori sampahnya masing masing, namun sayangnya karena kurangnya pendidikan yang baik dan dengan sikap yang di terima saat siswa sedang didik di rumah membuat program ini tidak berjalan dengan baik banyk siswa yang hanya membuang sampah dan tidak memilahnya dengan baik seperti memasukkan sampah organik di non-organik, dengan hal tersebut kami sebagai tim menghimbau dan bertindak langsung dalam mengolah sampah, dengan perilaku yang kami lakukan kami berhasil mengempati siswa siswa untuk memisahkan sampah sesuai dengan kategorinya demi mewujudkan kebersihan di lingkungan sekitar kami warga SMA Negeri 3 Kuta Selatan bekerja sama dengan plastic exchange kuta selatan untuk membantu kami dalam mengolah sampah tersebut dengan baik, kami sebagai warga sekolah belum mampu mengolah sampah khususnya sampah organik menjadi pupuk kompos dengan banyaknya permasalahan yang ada di indonesia kami telah mampu menyelesaikan masalah sampah walau tidak sempurna, masih banyak sampah yang berserakan namun kami dengan kesadaran untuk membuang sampah membuang sampah dengan memilahnya terlebih dahulu sebelum sampai ke tempat pembuangan sampah dan diolah dengan baik, kami juga ingin mewujudkan sekolah yang disiplin baik dari segi pendidikan maupun etika, khususnya dalam membuang sampah dengan prilaku tersebut kami ingin mewujudkan indonesia emas 2045 karena jika tidak mulai dengan hal yang kecil maka hal yang besar tidak dapat terjadi  
Bangkit dari Balada Keterdiaman Saat ini, kita tidak hanya sekadar bersama sebagai individu-individu, melainkan sebagai bagian dari satu generasi, generasi yang memiliki peran besar dalam membentuk masa depan kita, generasi Z. Bangkitlah, wahai generasi Z, dari balada keterdiaman yang sering kali membisu suara-suara kita. Dalam dinamika sosial politik yang semakin kompleks, kita dituntut untuk tidak hanya menjadi penonton yang pasif, melainkan pelaku yang aktif. Ini adalah panggilan untuk menunjukkan identitas kita, mengemukakan pendapat, dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial. Terlalu lama kita terperangkap dalam keterdiaman, merasa dikekang oleh norma-norma yang mungkin tidak selalu sejalan dengan aspirasi kita. Saatnya kita memahami bahwa hak kita untuk bersuara dan berpendapat adalah hak yang tidak bisa dipertanyakan. Bangkitlah dari rasa takut, ketakutan akan konflik atau penolakan. Inilah saatnya mengubah keterdiaman menjadi sebuah pemberontakan yang konstruktif. Mari kita hentikan sikap apatis dan membiarkan masalah sosial politik tumbuh tanpa adanya respons yang nyata. Ingatlah, kebijakan dan keputusan yang diambil oleh generasi sebelum kita akan membentuk dunia yang akan kita warisi. Jangan biarkan mereka yang di atas kita menentukan jalan kita tanpa adanya sorotan dari bawah. Saya mengajak kita semua untuk merangkul perbedaan, untuk mendengarkan tanpa prasangka, dan untuk berbicara dengan integritas. Kita adalah suara yang mampu mengguncang fondasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Dalam keterbukaan dan keberanian, mari bersama-sama menciptakan perubahan yang kita harapkan. Jadilah pionir perubahan, generasi Z. Bangkitlah dari balada keterdiaman, bersuara, dan tunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah agen perubahan yang mampu membawa keadilan sosial dan politik. Terima kasih.  +
Georges Breguet adalah penulis banyak karya tentang seni rupa di Indonesia.  +
Bali pernah diberi predikat sebagai destinasi wisata dunia terfavorit di PVK awards tahun 2020 mengalahkan empat nominator lain yaitu: paris, barcelona, venesia dan london, penerimaan penghargaan bergengsi ini tentu menjadi suatu kebanggaan bagi khususnya bali dan indonesia secara umum, namun tentu ada tanggung jawab besar bagi pariwisata bali, bagaimana kedepan dapat mempertanggung jawabkan penghargaan tersebut, hal ini harus dibantu dari segala lini, termasuk melalui berbagai inovasi di platform digital, Apalagi pariwisata merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa negara Indonesia, dimana banyak masyarakat bergantung dari sektor ini kata Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Muhammad Neil EL Himam. Dalam upaya membangkitkan pariwisata di bali, tentu tidak dapat dilakukan hanya oleh beberapa stakeholder, seluruh komponen baik masyarakat, pemerintah dan swasta harus bekerjasama dalam upaya peningkatan pariwisata khususnya di bali, Ada beberapa ide dari sekian banyak ide yang dapat dikembangkan, salah satunya adalah program Sebagai contoh, dimana semua mitra penerbangan, hotel, dan tempat wisata yang telah menerapkan protokol kesehatan diberi tanda pada aplikasi agar pelanggan/ para wisatawan merasa yakin dalam berwisata, atau contoh lain bagi wisatawan yang masih bingung kapan bisa berwisata kembali, para mitra dapat membuat inovasi paket fleksibilitas, dimana wisatawan dapat bertransaksi dulu dan dapat memilih kapan ingin menggunakannya, ada banyak inovasi yang dapat diterapkan para mitra pariwisata dalam upaya meningkatkan pariwisata khususnya di bali  +
Gm. Sukawidana lahir di Bali, 16 Juli. Menulis puisi sejak 1979. Dia salah satu pendiri Sanggar Minum Kopi dan Sanggar Cipta Budaya (SMPN 1 Denpasar). Puisi-puisinya dimuat di Bali Post, Nafiri, Swadesi, Simphoni, Berita Buana, Republika, dll. Puisinya juga terangkum dalam buku Lukisan Magis Tanah Bali (2000). Buku puisi tunggalnya: Upacara Tengah Hari (1993), Upacara Senja Upacara Tanah Moyang (2000). Kini dia sedang menyiapkan buku puisi terbarunya.  +