Property:Biography text id
From BASAbaliWiki
I
I Dewa Nyoman Sarjana lahir tahun 1964. Dia adalah seorang guru SMP dan gemar menulis artikel, cerpen, puisi, baik dalam bahasa Bali maupun bahasa Indonesia. Dia kerap menggunakan nama pena DN Sarjana dalam tulisannya. Tulisan-tulisannya dimuat di Bali Post, Nusa, Denpost, dll. Dia telah menerbitkan beberapa buku, antara lain antologi puisi “Perempuan Berpayung Hitam”, kumpulan cerpen “Penari”, antologi puisi berbahasa Bali berjudul “Kunang-Kunang”. Dia termasuk guru yang berprestasi dan meraih penghargaan Juara I Kepala Sekolah SMP tingkat Kabupaten Tabanan dan Provinsi Bali (2010). Juara I Kepala Sekolah SMP tingkat nasional (2010). Dia juga meraih penghargaan “Widya Kusuma” dari Gubernur Bali (2012). +
I Dewa Putu Mokoh adalah anak pertama dari enam bersaudara. Dia dilahirkan di Pengosekan, Ubud, 1936. Ayahnya, Dewa Rai Batuan, adalah seorang undagi (arsitek tradisional Bali) dan penabuh gamelan yang terkenal. Ibunya, Gusti Niang Rai, adalah ahli pembuat lamak (hiasan untuk sesajen). Mokoh hanya sempat mengenyam pendidikan selama tiga tahun di Sekolah Rakyat (SR), setingkat SD sekarang.
Mokoh mulai belajar menggambar sekitar umur 15 tahun. Namun, keinginannya menjadi pelukis telah mengusik hatinya sejak kanak-kanak. Sayangnya, sang ayah sangat keras menentang keinginan Mokoh menjadi pelukis. Ayahnya ingin Mokoh menggarap sawah, mengembalakan bebek dan sapi. Bagi ayahnya, melukis hanya membuang-buang waktu dan tidak menghasilkan uang.
Mokoh remaja tidak kehabisan akal. Di tengah kesibukan menggarap sawah, dia sering mencuri-curi waktu untuk bermain ke rumah pamannya, I Gusti Ketut Kobot dan I Gusti Made Baret. Dia senang memerhatikan dan mengagumi Kobot dan Baret ketika sedang melukis. Dari Kobot dan Baret pula Mokoh banyak belajar melukis dengan teknik tradisional, seperti nyeket, ngabur, ngasir, nyigar, ngontur, dan sebagainya.
Mokoh kemudian bertemu Rudolf Bonnet (1895-1978), pelukis Belanda yang menetap di Ubud sejak 1929. Bonnet adalah salah seorang penggagas dan pendiri Pita Maha (1936) dan Golongan Pelukis Ubud (1951). Kepada Bonnet, Mokoh rajin menunjukkan gambar atau lukisan yang dipelajarinya dari Kobot dan Baret.
Bonnet kemudian mengajari Mokoh prinsip-prinsip seni lukis modern. Antara lain teknik pengenalan warna, mencampur warna, komposisi, penggalian kreativitas, dan prinsip kebebasan dalam melukis. Bonnet selalu menyarankan agar Mokoh mencari kreasi sendiri, tidak mengikuti jejak Kobot dan Baret yang berkutat pada tema-tema tradisional.
Mokoh mengalami pencerahan. Kepercayaan dirinya semakin tumbuh. Dia mulai menyadari, lukisan yang bagus tidak harus bertema Ramayana dan Mahabarata dengan komposisi rumit memenuhi bidang gambar. Mokoh menilai, terkadang lukisan seperti itu dipakai untuk menyamarkan ketidakbecusan pelukisnya dalam mengggarap bidang gambar.
Bagi Mokoh, lukisan yang bagus juga bisa digali dari objek-objek di sekitar pelukisnya, atau dibuat berdasarkan fantasi dan imajinasi, dengan teknik pewarnaan dan pengolahan bidang gambar secara sederhana. Seorang pelukis harus berani melukis dengan gaya dan objek yang berbeda, harus berani menggali berbagai kemungkinan baru.
Seiring perjalanan waktu, tematik lukisan Mokoh menjadi sangat beragam. Dia melukis tentang kehidupan sehari-hari, flora dan fauna, cerita rakyat, dunia anak-anak, fantasi, erotika, atau hal-hal sederhana yang mengusik perhatiannya.
Dalam konteks seni rupa di Bali, Mokoh adalah sosok anomali. Dengan belajar pada Kobot dan Baret, dia sesungguhnya dilahirkan dari ranah seni lukis tradisional. Namun, petuah-petuah Bonnet dan persahabatannya dengan Mondo, membuka wawasannya untuk lebih mengembangkan diri dalam pemikiran seni rupa modern.
Karakter personal sangat kuat muncul pada lukisan-lukisan Mokoh yang seringkali dianggap nyeleneh. Dia tidak tertarik melukis hal-hal dekoratif yang biasa muncul dalam seni lukis tradisional. Namun, dengan sapuan-sapuan lembut, dia langsung menukik pada pokok persoalan (subject matter) yang disampaikannya lewat narasi-narasi yang jenaka, polos, dan seringkali mengejutkan.
Mokoh telah melakukan terobosan baru pada gaya seni lukis Pengosekan atau seni lukis tradisional yang cenderung mapan dan terpola. Dengan kemampuan menggunakan teknik seni lukis tradisional, dia mengolah gagasan dan tematik yang modern atau bahkan kontemporer pada bidang-bidang kanvasnya. Namun, jejak teknik seni lukis tradisional seringkali tidak terlihat pada lukisan-lukisannya. Mokoh adalah seorang inovator, pembaharu, sekaligus pendobrak gaya seni lukis Pengosekan.
Selain di dalam negeri, lukisan-lukisan Mokoh banyak tampil dalam pameran bersama di luar negeri, antara lain di Amerika, Australia, Denmark, Finlandia, Belanda, Jerman, Italia, Venesia. Pada 1995, lukisan-lukisan Mokoh dipamerkan secara tunggal di Fukoaka Art Museum, Jepang.
I. G. W. Murjana Yasa, adalah Guru Besar Madya pada Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Denpasar-Bali. Penelitiannya tentang ekonomi kreatif dan pertanian, serta industri kecil dan menengah di Bali. +
I Gde Agus Darma Putra, lahir di Selat Tengah, Bangli, Bali, 2 Agustus 1991. Dia menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pernah bekerja sebagai guru dan dosen. Dia terlibat aktif dalam Yayasan IBM Dharma Palguna yang bergerak di bidang pemeliharaan, penerjemahan, serta penelitian sastra Jawa Kuna, Bali, dan Lombok. Dia juga aktif dalam Bangli Sastra Komala yang bergerak di bidang Sastra Bali modern. Tulisan-tulisannya berupa puisi, esai, artikel dimuat di beberapa media massa, seperti tatkala.co, Bali Post, dll. Sebuah puisinya juga terangkum dalam antologi “Tutur Batur” (2019). +
Kepala Tim Ahli BASAbali Wiki, Kepala Badan Pembina Bahasa Aksara dan Sastra Bali Provinsi Bali, Vice Dean, Universitas Udayana +
Nama : I Gede Anom Ranuara, S.Pd., S.Sn., M.Si., M.Ag.
Tanggal lahir : 7 September 1968
Pekerjaan : Seniman
Status : Sudah berkeluarga +
I Gede Ardhika lahir di Singaraja, Bali, 15 Februari 1945. Ia adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004). Ia adalah almamater STIA LAN, Bandung. Sebelum menjadi menteri, ia pernah bekerja sebagai Direktur Akademik Perhotelan dan Pariwisata Sahid (1988-1991), Sekretaris Ditjen Pariwisata (1996-1998), Dirjen Pariwisata, Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya (1998-2000), Wakil Ketua Badan Pengembangan Pariwisata dan Kesenian (2000). Ia pernah mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Indonesia. Ia meninggal di Bandung, 20 Februari 2021. +
I Gede Ari Astina alias Jerinx adalah seorang musisi dan aktivis terkait isu sosial dan lingkungan. Dia lahir di Kuta, 10 Februari 1977. Dia adalah drummer grup musik “Superman is Dead” (SID) yang berdiri sejak 1995. Band beraliran rock ini telah menelorkan tujuh album, antara lain “Angels and the Outsiders” (2010) yang membuat SID diundang dalam “Warped Tour Festival” untuk melaksanakan konser di beberapa kota di Amerika Serikat. SID merupakan satu-satunya band Indonesia dan band kedua di Asia yang pernah tampil di festival tersebut. Lagu-lagu popular dari SID, antara lain “Sunset di Tanah Anarki” (2013), “Jadilah Legenda” (2013). Tidak hanya aktif dalam dunia musik, Jerinx juga menaruh perhatiannya pada isu lingkungan hidup dan sosial. Pada tahun 2015 silam, dia pernah mendatangi Presiden Jokowi untuk berdiskusi terkait kebijakan reklamasi di Tanjung Benoa, Bali. Selain itu, Jerinx juga merupakan seorang pengusaha sukses dan brand ambassador dari beberapa brand streetwear. +
I Gede Aries Pidrawan adalah seorang guru dan sastrawan kelahiran Pidpid, Karangasem, 2 April 1987. Dia menjadi guru di SMA PGRI 1 Amlapura. Dia menulis sastra dalam bahasa Bali dan Indonesia. Buku-bukunya yang telah terbit adalah “Sang Guru” (kumpulan karya bersama terbit 2020), “Nyujuh Langit Duur Bukit” (karya bersama, Pustaka Ekspresi, 2019), “Perempuan Pemuja Batu” (antologi cerpen, Mahima, 2019), “Ulat Bulu di Rahim Ibu” (antologi cerpen, Mahima, 2019), “Gerubug” (cerita anak, Balai Bahasa Bali, 2018), “Bidadari Telaga Emas” (cerita anak, Balai Bahasa Bali, 2017). Dia juga sering menjuarai lomba penulisan sastra. +
I Gede Robi Supriyanto adalah seorang musisi dan penyanyi kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 7 April 1979. Dia adalah salah satu pendiri grup band Navicula. Selain penyanyi dan musisi, Robi juga dikenal sebagai aktivis sosial dan lingkungan. Dia adalah salah satu pendukung gerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Dia juga mengisi waktunya dengan menekuni pertanian organik. Robi mewakili Indonesia dalam Asia 21 Young Leader yang diselenggarakan Asia Society pada tahun 2016 untuk membahas aktivitasnya di bidang pertanian organik. Album-album lagu yang telah lahir bersama grup band Navicula, antara lain Self Potrait (1999), Alkemis (2005), Beautiful Rebel (2007), Love Bomb (2013), Tatap Muka (2015). +
I Gede Robi Supriyanto lahir di Palu, Sulawesi Tengah, 7 April 1979. Ia adalah musisi, aktivis sosial dan lingkungan, dan petani organik. Ia merupakan vokalis sekaligus salah satu pendiri grup musik Navicula. Robi pernah mewakili Indonesia dalam ajang Asia 21 Young Leader yang diselenggarakan oleh Asia Society pada tahun 2016 untuk membahas aktivitasnya di bidang pertanian organik. Dalam bidang musik, ia meluncurkan beberapa singel, antara lain Kisah Secangkir Kopi (2014), Freedom Skies (2014), Kids (2016), Metamorfosa Kata (2016), Open Road (2018), Biarlah Terjadi (2018), Wujud Cinta (2021). +
Nama sebernarnya adalah I Gde Gita Purnama Arsa Putra. Lahir di Denpasar, 29 Oktober 1985. Pada 2008 menyelesaikan pendidikan sarjana pada program studi Bahasa dan Sastra Bali Universitas Udayana, setelah itu melanjutkan pascasarjana pada konsentrasi Wacana Sastra Prodi Linguistik Universitas Udayana. Kini menjadi dosen di IHDN Denpasar. Beliau gemar menulis puisi, cerita pendek serta esai sejak SMP. Karya-karyanya dimuat pada Bali Orti (Bali Post), Bali Post, Médiaswari (Pos Bali). Gita Purnama menjadi penyusun pada kumpulan puisi “Dendang Denpasar Nyiur Sanur”, kumpulan puisi, “Denpasar lan Donpasar,” serta kumpulan puisi “Angripta Rum”. Buku yang sudah diterbitkan adalah kumpulan cerita pendek bersama istrinya yang berjudul “Smara Reka” tahun 2014. Selain itu, beliau juga sebagai salah satu tim penulis Biografi I Wayan Bratha Seniman Bali Kelas Dunia. Pada 2016 ia mendapat hadiah Sastra Rancage atas jasa-jasanya dalam melestarikan dan mengembangkan sastra Bali Modern.
Berikut adalah salah satu karyanya yang berupa cerita pendek dengan judul “ Ngalih Sampi Galang Bulan” yang diambil dari buku “Smara Reka”. +
I Gedé Putra Ariawan lahir di Désa Banjar Anyar Kediri, Tabanan, tanggal 16 Juni 1988. Dia menyelesaikan studi S1 di Undiksha, Singaraja Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2010 dan tahun 2014 menyelesaikan S2 di Pascasarjana Undiksha. Sekarang dia bekerja sebagai guru Bahasa Indonésia di SMAN 1 Kediri.
Karya-karyanya yang berupa cerita pendek, opini pendek, artikel dan puisi dimuat di Bali Orti (Bali Post), Média Swari (Pos Bali), Majalah Éksprési, dan Majalah Satua. Dia sudah mengeluarkan buku berupa kumpulan cerita pendek yang berjudul “Ngurug Pasih” tahun 2014 dan mendapatkan hadiah Sastra Rancagé 2015. Pada 30 Januari 2016 ia menjadi pembicara di acara Sandyakala #49 yang diadakan Bentara Budaya Bali. +
I Gusti Agung Rai Kusuma Yudha alias Ade Rai, lahir 6 Mei 1971. Ia lulusan FISIP Universitas Indonesia, Jurusan Hubungan Internasional. Ia adalah seorang binaragawan Indonesia, berprestasi nasional dan internasional.
Sebagai binaragawan, pada 1994 ia meraih juara nasional untuk pertama kalinya di kelas berat. Gelar juara di kelas ini secara konsisten dipertahankannya hingga tahun 2007. Tahun 1995 ia meraih prestasi internasional pertamanya, yakni Mr. Asia. Tahun 1996, ia mengikuti kejuaraan dunia drug-free paling bergengsi waktu itu, Musclemania World, dan ia berhasil juara umum. Tahun 1997 ia mengikuti SEA Games dan meraih juara pertama serta menyumbangkan medali emas untuk Indonesia. Tahun 1998 ia kembali mewakili Indonesia ke ajang Mr. Asia Pro/Am Classic dan meraih gelar juara di sana. Tahun 2000 ia terakhir bertanding di ajang binaraga internasional. Dua gelar Juara Dunia, Superbody Professional dan Musclemania Professional, diraih pada tahun yang sama.
Selain binaraga, Ade Rai juga mempelajari karate sejak tahun 2000. Ia merupakan DAN II Kyokushin Karate. Ia memperoleh penghargaan Kyokushin Karate Indonesia Award tahun 2002. Ia pernah menampilkan jurus-jurus Kyokushin yang dipadukan dengan silat pada Kyokushin International Tournament 2011 di Istora Senayan Jakarta.
Setelah pensiun sebagai atlet, Ade Rai aktif di dunia bisnis dengan membuka waralaba gym, penjualan produk suplemen dan institusi program pelatihan sertifikasi untuk para profesional di bidang fitness. Ia juga aktif mengkampanyekan gaya hidup sehat melalui fitness dengan menerbitkan buku dan majalah serta berbagai talkshow di radio dan televisi. Selain itu, ia pernah menjadi sampul novel “King Of The Sun Majapahit” (2012) karya Damien Dematra; ia digambarkan sebagai Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. +
I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, lahir di Jakarta, 2 Desember 1967. Ia adalah penyair yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Meraih gelar magister dan doktor bidang Ilmu Sastra di Universitas Indonesia (UI). Selain menulis puisi, ia juga melakukan kajian tentang sastra modern, seperti Perempuan Bali di Mata Oka Rusmini: Telaah Terhadap Karya-Karya Kreatifnya (Penelitian Kajian Wanita, 2008) dan Kolaborasi Budaya Masyarakat Tradisional dengan Budaya Modern dalam Drama Tuyul Anakku karya W.S.Rendra (Penelitian Prodi Sastra Indonesia, 2012). Kerap diundang sebagai juri berbagai event sastra, seperti Juri Duta Bahasa Provinsi Bali, serta berbagai perlombaan menulis. Bukunya yang telah terbit, antara lain “Book Mencari Pura” (2011), “Book Aku Lihat Bali” (2015). +
I Gusti Ayu Bintang Darmawati atau biasa disapa Bintang Puspayoga, lahir di Denpasar, 24 November 1968. Ia adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Ia adalah perempuan Bali pertama yang terpilih sebagai menteri.
Ia menempuh pendidikan sekolah menengah atasnya di SMAN 3 Denpasar. Kemudian ia melanjutkan kuliah di Universitas Ngurah Rai, Denpasar. Ia memperoleh gelar S-2 Kajian Budaya di Universitas Udayana, Denpasar.
Sebelum menjadi menteri, ia mengawali karir dengan mengikuti ajang Puteri Indonesia 1992 mewakili provinsi Bali dan berhasil meraih Juara Harapan 2. Ia juga dikenal sebagai atlet tenis meja. Ia pernah menjuarai Kejuaraan Tenis Meja PB Perwosi Oktober 2010 di GOR Sumantri Brojonegoro, Jakarta. Ia diangkat menjadi Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) Provinsi Bali periode 2010-2014. Ia juga merintis kejuaraan tenis meja antar PKK banjar se-Kota Denpasar pada 2002. +
I Gusti Ayu Diah Yuniti adalah seorang doktor dan dosen Biologi Molekuler di Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati, Bali. Studi doktoralnya diperoleh dari Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali Indonesia pada tahun 2018. Diah Yuniti juga telah menerbitkan sejumlah karya ilmiah antara lain Dampak Covid-19 terhadap Kehidupan Masyarakat di Provinsi Bali , Indonesia. Selain sebagai dosen pengajar, Diah Yuniti juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan Dewan Desa Adat Provinsi Bali. +
I Gusti Ayu Kadek Murniasih alias Murni lahir di Bali, 21 Mei 1966. Ia adalah seorang pelukis yang banyak menyuarakan penderitaan kaum perempuan lewat karya-karyanya yang bergaya naif.
Pada masa kanak, Murni ikut orang tuanya bertransmigrasi ke Sulawesi. Di sana ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah keluarga Tionghoa yang kemudian menyekolahkannya, namun kandas sampai kelas 2 SMP. Murni kemudian diajak keluarga itu hijrah ke Jakarta dan bekerja di garmen sebagai tukang jahit. Pada tahun 1987, ia memutuskan pulang ke Bali dan bekerja sebagai pengerajin perak di Celuk, Sukawati, Gianyar.
Murni menikah dengan lelaki Bali, namun tidak dikaruniai anak. Karena suaminya menginginkan anak, ia lalu mendekati perempuan lain. Murni menggugat cerai suaminya pada 1993. Ia adalah perempuan Bali pertama yang berani menggugat cerai suaminya di pengadilan.
Murni belajar melukis pada Dewa Putu Mokoh, seorang pelukis dari Pengosekan, Ubud. Di sana ia bertemu dengan Edmondo Zanolini alias Mondo, seorang seniman dari Italia, yang juga belajar melukis pada Dewa Putu Mokoh. Mondo kemudian menjadi pasangan hidup Murni. Dari Mokoh dan Mondo, Murni banyak belajar menuangkan imajinasinya ke dalam kanvas.
Meski menggunakan teknik melukis tradisional Pengosekan, tematik dan visual lukisan-lukisan Murni sangat modern. Keliaran, kebrutalan, kenakalan dan kelembutan seolah berkelindan dalam karya-karyanya yang banyak mengangkat tema seksualitas yang ganjil. Hal itu bersumber dari pengalaman traumatis yang dideritanya. Ia menyembuhkan pengalaman traumatis itu dengan melukis. Lukisan-lukisan Murni sangat otentik.
Murni pernah memamerkan karya-karyanya secara tunggal di Seniwati Gallery, Ubud (1995); Stand Bar, Kuta (1996), Meat Market Craft Cetre, Melbourne, Australia (1998); Studio Cristofori, Bologna, Italia (1998), Nokia Gallery Fringe Club, Hongkong (1998); The Flour Market, Fiera Padova, Italia (1998); Estro Gallery, Padova, Italia (1999); Old Bakery Gallery, Sidney, Australia (1999), Cemeti Art House, Yogyakarta (1999), Nadi Gallery (2000). Selain itu, karya-karyanya juga ditampilkan dalam puluhan pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri.
Murni meninggal tahun 2006 akibat sakit kanker yang dideritanya. Pada tahun 2016, untuk mengenang sepuluh tahun wafatnya, Ketemu Project Space dan Mondo menginisiasi sebuah pameran bertajuk “Merayakan Murni” di Sudakara Art Space.
Ayu Laksmi bernama lengkap I Gusti Ayu Laksmiyani, lahir di Singaraja, Bali, 25 November 1967. Dia adalah penyanyi, penulis lagu, penari, aktris film dan teater. Sempat dikenal sebagai lady rocker di awal 90-an. Pada tahun 2011, dua puluh tahun tahun sejak album pertamanya dirilis, ia muncul kembali dengan album terbarunya, Svara Semesta. Saat ini Ayu Laksmi kembali aktif dalam berbagai Music Festivals/event berskala lokal, nasional maupun International.
Ayu dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mencintai seni, terutama seni musik. Sejak mengenal dunia panggung pada usia 4 tahun, Ayu mulai aktif berpartisipasi dalam berbagai festival seni, baik dalam skala lokal, nasional, bahkan internasional.
Nama Ayu Laksmi mulai dikenal sejak menjuarai BRTV tingkat Provinsi Bali di Tahun 1983 untuk versi Trio bersama kedua kakaknya Ayu Weda dan Ayu Partiwi dalam Trio ,"Ayu Sisters", yang kemudian pada tahun yang sama meraih penghargaan sebagai Juara III dan sekaligus sebagai Trio Berpenampilan terbaik BRTV untuk Tingkat Nasional.
Ayu Laksmi juga dikenal sebagai salah satu lady rocker di blantika musik nasional di era tahun 1984-1993 dimana Ayu juga merupakan salah satu penyanyi asal Bali yang berhasil menembus industri musik nasional, ketika beberapa single dan soundtrack film yang dinyanyikannya, cukup akrab di telinga para pecinta musik Indonesia pada masa itu.
Pada tahun 1989 Ayu kontribusi dalam album kompilasi Indonesia's Top 10 dengan single Tak Selalu Gemilang ciptaan Didi AGP, Sound track film Catatan Si Boy 2 dengan lagu Hello Sobat ciptaan Harry Sabar. Pada tahun 1991 meluncurkan albumnya yang pertama berjudul Istana yang Hilang dengan arranger Raidy Noor. Namun setelah album itu beredar namanya langsung menghilang dari industri musik Indonesia. Ayu kembali hijrah ke Bali pada tahun 1992 guna melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana, dan lulus sebagai Sarjana Hukum pada tahun 1993.
Di Tahun 1995-1997 Ayu Laksmi bergabung dengan kelompok Band ternama di Bali Tropical Transit, yang dimotori oleh Riwin, salah satu anggota group Pahama, tergabung dalam band ini Ayu Laksmi belajar sebagai entertainer, dia juga menjelajah berbagai aliran musik seperti Jazz, Latin, dll. Ayu Laksmi bernyanyi di berbagai venue, dari cafe, restaurant, hotel, sampai kapal pesiar dan sempat berlayar menjelajah lautan Karibia.
Tahun 2002 Ayu kembali meramaikan pentas musik Indonesia dengan image baru, menggabungkan unsur musik tradisi timur dan modern, saat itu ia juga terlibat aktif dalam program Bali For The World, acara ini adalah program recovery karena musibah Bom Bali. Tahun 2004 kembali bergabung dengan Tropical Transit sampai tahun 2008. Di tahun 2006 ia sempat pula memperkuat kelompok musik rohani Hindu Nyanyian Dharma yang dimotori oleh Dewa Budjana.
Di penghujung tahun 2010 Ayu Laksmi resmi mengundurkan diri dari berbagai kelompok musik, kemudian meluncurkan album Svara Semesta. Bersamaan dengan peluncuran albumnya, ia juga membentuk group musik yang dimotori oleh dirinya sendiri diberi nama sama dengan judul albumnya, Svara Semesta. Seiring dengan berjalannya waktu, group beraliran World Music ini berkembang menjadi sebuah komunitas seni, anak anak muda yang kreatif yang terdiri dari : musisi, penari, teater, berbakat, berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Bersama group inilah Ayu Laksmi kembali menjelajah panggung panggung besar festival seni budaya baik di Indonesia juga dunia international.
Di bawah arahan sutradara kenamaan Garin Nugroho dalam film “Under The Tree”, Ayu sempat menjajal seni peran, di mana dalam film pertama yang dibintangi ini Ayu Laksmi memperoleh penghargaan sebagai salah satu nominator pemeran utama wanita terbaik FFI tahun 2008. Film Under The Tree juga masuk dalam daftar nominasi International Film Festival di Tokyo.
Kini Ayu merasa semua penjelajahan dari panggung ke panggung telah memberinya pelajaran berharga. Ia kembali meluncurkan album solo bertajuk Svara Semesta. Album ini mempunyai warna sangat berbeda dengan album sebelumnya. Dalam Album Svara Semesta Ayu Laksmi mengemasnya dengan Genre World Music, serta berthemakan cinta kasih antara manusia dengan manusia, semesta dan Sang Maha. Syair syair dari lagu Ayu Laksmi dalam Album Svara Semesta ditulis dalam 5 Bahasa yaitu; Sanskrit, Kawi, Bali, Indonesia, Inggris. Dalam album ini, Ayu sekaligus berperan menjadi produser, penulis lagu, juga menciptakan sendiri komposisi musik dasar di awal proses penciptaan.
Untuk penggarapan album, Ayu bekerja sama dengan Eko Wicaksono, music director dan arranger berprestasi yang berdomisili di Bali. Beberapa arranger lainnya yang menggarap lagu-lagunya antara lain Bujana. Ayu juga merangkul arranger asing, Peter Brambl dan Robert Webber. Masih banyak musisi pendukung dan penyanyi yang turut berpartisipasi memberi sentuhan dalam albumnya kali ini. Ayu Laksmi juga merangkul komunitas Sastrawan asal Bali seperti Cok Sawitri, Sugi Lanus, dll. Pada tahun yang sama Ayu Laksmi membentuk group band yang juga diberi nama Svara Semesta, kini Svara Semesta bukan hanya menjadi nama dari Album Ayu Laksmi, tapi juga berkembang sebagai salah satu Komunitas Seni di Bali, yang terdiri : musik, tari, sastra,theater, photography, videographer, film/movie maker, spiritualist.
Ayu Laksmi berpesan untuk para seniman muda agar terus berkarya, "10 persen bakat, 90 persen kerja keras, dengan kata lain bakat tak perlu banyak, yang penting "never give up, fokus dan konsisten , serta tak ragu menampilkan yang berbeda. "be your self".
Ayu pernah bermain dalam film Under the Tree (2008), Ngurah Rai (2013), Soekarno (2014), The Seen and Unseen (2017), Pengadi Setan (2017). Album lagunya adalah Istana Yang Hilang (1991), Svara Semesta (2011), Svara Semesta 2 (2015).
Penghargaan yang pernah diraih Ayu Laksmi:
2018 : Indonesia Box Office Movie Award sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik dalam Film Pengabdi Setan.
2017 : Year in search 2017 - Google
2017 : Festival Film Tempo — Aktris Pendukung Pilihan - Film Pengabdi Setan.
2017 : Saraswati Award - Rishikesh Uttarakhand India
2015 : Duta Perdamaian oleh Komunitas Gema Perdamaian.
2012 : Album Svara Semesta dinominasikan dalam 5 besar Design Grafis terbaik versi Anugrah Musik Indonesia - AMI
2012 : Terpilih sebagai "Ibu Budaya" oleh Komunitas Spiritual Puri Agung Dharma Giri Utama.
2011: Album Svara Semesta dinominasikan dalam 20 Album Terbaik
2009: 10 Wanita Tercantik di Bali oleh para pendengar Hard Rock Radio FM Bali
2008: Nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik, Festival Film Indonesia.
2008: Nominasi Tokyo International Film Festival - Film Under The Tree
2005: Bali’s Environment Ambassador (Duta Lingkungan Hidup Bali)
1983: The Ayu Sisters Juara ketiga kategori nasional pada Indonesian Radio & Television Star Contest
1983: The Ayu Sisters menjadi penampil terbaik kategori nasional pada Indonesian Radio & Television Star Contest
1983: The Ayu Sisters menjadi juara pertama tingkat provinsi, Bali, pada Indonesian Radio & Television Star Contest
1987: Top 7 pada All Indonesian Rock Festival
1972: Juara pertama Children’s Pop Singer
I Gusti Ayu Natih Arimini lahir di Batuan, Gianyar, Bali, 1963. Dia menekuni seni lukis gaya Batuan sejak umur 8 tahun. Dia belajar melukis pada kakaknya, I Gusti Ngurah Muryasa. Kemudian dia berguru kepada pelukis Batuan terkenal, I Made Djata. Sejak tahun 1985 dia rajin memamerkan karya-karyanya dalam pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri, seperti di Bentara Budaya Bali, Taman Budaya Bali, Jepang. Selain tema kehidupan sehari-hari, karya-karya Arimini banyak mengangkat mitologi Bali dan dunia pewayangan. Melukis baginya adalah sebuah upacara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. +