Rio Helmi: Doktor Januraga, belakangan ini di medsos dan kalangan publik sudah marak berbagai teori tentang immunitas Bali terhadap covid-19, ada juga teori bahwa sebenarnya puncak pandemi di Bali sudah lewat, dan sebagainya. Sebagai orang yang terlatih dalam ilmu kesehatan masyarakat (public health), apakah ada bukti atau argumen bahwa hal seperti itu mungkin?
Dr Pande Januraga: Teori imunitas berasal dari konsep herd immunity yang dalam ilmu epidemiologi berarti kekebalan terhadap penyakit menular yang diperoleh masyarakat di tempat tertentu karena sebagian besar masyarakat telah kebal karena vaksinasi atau paparan infeksi sebelumnya, akibatnya masyarakat yang tidak kebal akan terlindungi. Untuk bisa melindungi masyarakat yang tidak kebal paling tidak 60% dari masyarakat harus kebal, bahkan mungkin perlu angka yang lebih tinggi jika penyakit menular disebabkan oleh kuman yang penularannya lebih mudah seperti SARS-CoV2 penyebab COVID-19 ini. Nah jelas vaksinasi belum pernah ada untuk COVID-19 kemudian jika sudah pernah terinfeksi apakah benar 60% orang Bali sudah pernah terinfeksi sebelumnya? Sangat sulit untuk yakin. Ada blog yang menulis bahwa pada awal Januari sampai Februari ada banyak hotel yang meliburkan karyawan karena mereka melaporkan sakit, wah dimana laporannya? Sakitnya apa? Apakah benar karena COVID? Berapa banyak karyawan hotel di Bali, apakah 60% dari penduduk Bali? Sulit diterima. Hal lain adalah jika benar telah cukup banyak orang Bali yang pernah menderita COVID-19 maka statistik dari tempat lain bisa digunakan untuk menghitung bahwa akan ada kurang lebih 10% yang sakit berat dan 5% perlu perawatan di ICU dan anggap saja paling sedikit 20% dari yang masuk ICU meninggal, coba hitung sendiri angkanya dari 60% penduduk Bali. Jika kita memiliki 4,5 juta jiwa maka, 2,7 juta terinfeksi, 270 ribu sakit bergejala berat, 135 ribu perlu ICU dan 20% dari 135 ribu ini meninggal maka ada minimal 27 ribu kematian, jumlah yang sulit dibayangkan kan? Silahkan diturunkan setengah persentase di atas, maka tetap saja belum pernah ada laporan bahwa ada kejadian kesakitan dan kematian masal di Januari dan Februari di Bali. Bagaimana jika memang orang Bali, sakitnya tidak berat…mungkin saja, tetapi ini tidak ada dasarnya, apakah ada pengaruh genetik? Belum ada jawabannya.
OK, mungkin akan ada yang membantah, tidak perlu sebanyak itu yang terinfeksi. Kalau begitu apa dasarnya? Pernah dengar polio, vaksinasi polio malah dikampanyekan 100% karena memang sulit mencapai herd immunity.
Hal lain adalah seberapa lama kekebalan pada COVID-19 bertahan? Ini penyakit baru, penelitian terkait belum banyak, tetapi coba pikirkan, sampai sekarang MERS dan SARS yang virusnya setipe yaitu Corona belum ditemukan vaksinnya, mengapa karena sulit menguji kekebalan spesifik untuk jenis virus ini. Itu sebabnya ada banyak informasi yang mengatakan perlu waktu untuk vaksin berhasil ditemukan. Plus, ingat saja influenza, jika anda pernah tinggal di negara 4 musim, maka wajib vaksin tiap tahun, yang artinya kekebalannya tidak bertahan lama, nah silahkan nilai sendiri bagaimana mungkin ada klaim bahwa anda akan kebal 30 tahun setelah sembuh dari COVID-19, butuh 30 tahun menunggu untuk klaim ini hehehe.
Untuk pertanyaan kedua, Bali sudah lewat puncak, sudahlah ini pernyataan tanpa basis data, lihat saja laporan Satgas Bali, apakah ada gambar grafik temuan kasus turun terus? Masih fluktuatif. Saya pribadi berharap ya, tapi itu lihat data-nya.
di lanjutkan di sini:
http://ubudnowandthen.com/wawancara-covid-19-dr-pande-januraga-md-phd/
Enable comment auto-refresher