Literature Ukraina
- Title (Other local language)
- Photograph by
- Author(s)
- Reference for photograph
- https://impakter.com/europes-refugee-crisis-lacks-humanity/
- Subject(s)
- Reference
- Related Places
- Event
- Related scholarly work
- Reference
- Competition
- Pengungsi
Description
In English
In Balinese
In Indonesian
Sebenarnya, dulu Ukraina “rapat” dengan Rusia. Namun pemimpin Ukraina yang sekarang lebih dekat ke Barat dan ingin menjadi bagian NATO. Padahal ketika Perang Dingin terjadi, sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah negara federasi bernama Uni Soviet, Negara komunis yang kuat di zaman itu. Setelah Jerman kalah dan Perang Dingin II selesai, Uni Soviet memiliki pengaruh di belahan timur Eropa. Tak heran jika negara-negara di benua Eropa bagian timur juga menjadi negara-negara komunis. Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum. Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS). Namun perpecahan terjadi. Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan. Rusia diizinkan untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina. Rusia pun harus membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol. Hubungan Rusia dan Ukraina memanas lagi sejak 2014. Kala itu muncul revolusi menentang supremasi Rusia. Massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan Minsk. Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Ini, mengutip Al-Jazeera, membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan NATO di sebelah perbatasannya. Hal ini juga didukung makin eratnya hubungan sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO. Sebut saja Polandia dan negara-negara Balkan. Saat Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea di 2014. Rusia juga mendukung separatis di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina. Isu serangan bergulir sejak November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina. Moskow diyakini Barat memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya. Intelijen Barat menyebut Rusia akan menyerang Ukraina. Di Desember, pemimpin dunia seperti Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi Barat jika menyerang Ukraina karena laporan yang semakin intens soal militer di perbatasan. Sejumlah pemimpin Eropa seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga "turun gunung" menginisiasi negosiasi antara keduanya. Di sisi lain, Rusia juga mulai melakukan latihan militer besar-besaran sejak awal Januari 2022. Semua angkatan laut dikerahkan. Latihan ini juga dilakukan di darat. Rusia bekerja sama dengan Belarusia, tetangga dekat sekaligus sekutunya. Rusia membantah akan menyerang kala itu. Namun, negeri Putin mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat. Salah satu poinnya meminta NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Rusia meminta aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.
Menurut saya, jika warga Ukraina mengungsi ke pulau Bali atau khususnya di Klungkung, saya setuju karena sesama manusia harus saling tolong menolong seperti memberinya tempat tinggal, makanan, atau yang lainnya. Tapi di sisi lain, saya juga kurang setuju, karena saya takut tidak mengerti bahasanya, jadi pasti susah untuk dimengerti.
Enable comment auto-refresher