Desa Adat Bugbug Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem senantiasa layak diulas. Tak hanya memiliki ritual Tatebahan, desa setempat juga memiliki tradisi pementasan Tari Sanghyang Bojog. Tarian sakral ini tidak boleh sembarangan dipentaskan, karena bertujuan untuk meruwat mala dan membebaskan Desa Adat Bugbug dari wabah secara sekala dan niskala.
SALAH seorang warga Desa Bugbug Wayan Sudiarta mengatakan, Tari Sanghyang Bojog sangat jarang masolah (pentas). Tarian ini dipentaskan apabila ada gejala-gejala yang sangat khusus. Para penari Sanghyang Bojog umumnya mengalami kesurupan yang berakar dari penyembahan terhadap roh-roh suci. “Wujud tarian Sanghyang Bojog diyakini sebagai kesenian ritual yang sangat disakralkan,” jelasnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group) Selasa (29/3).
Keberadaan Tari Sanghyang Bojog tidak terlepas dari adanya mitos yang berkembang di masyarakat setempat. Yakni adanya mitos bojog (kera) yang berada di areal Pura Bukit Gumang di atas bukit, wilayah Desa Bugbug. Mitos yang berkembang, sebut Sudiarta bahwa Putra Bhatara Guru yang berstana di Pura Bukit Huluwatu bernama Sang Hyang Sinuhun Kidul memperistri putri Bhatara Gde di Pura Bukit Byaha yang bernama Dewa Ayu Mas.
Selanjutnya setelah ardhanareswari dan menetap di Pura Bukit Gumang disebut dengan Bhatara Gde Gumang. Setelah lama menetap di Pura Bukit Gumang, lalu ayahnya yakni Bhatara Gde di Pura Bukit Byaha berkunjung ke Pura Bukit Huluwatu. Tak pelak, kunjungan mendadak ini rupanya menyebabkan Bhatara Guru di Pura Bukit Huluwatu menjadi sangat terkejut atas kedatangan Bhatara Gde dari Pura Bukit Byaha. “Makanya tarian ini erat kaitannya dengan Pura Gumang di Bugbug,” imbuhnya.
Logo
HomeBalinese
BALINESE
Tari Sanghyang Bojog di Desa Bugbug; Ini Tujuan Pementasannya
31 March 2022 12:50 PM
Tari Sanghyang Bojog di Desa Bugbug; Ini Tujuan Pementasannya
PENTAS: Tari Sanghyang Bojog saat pentas. (istimewa)
Masyarakat meyakini, jika tarian ini sebagai pangeruat mala, penolak bahaya (wabah) atau pun gerubug. Dengan demikian tarian ini dipentaskan seiring dengan berjangkitnya wabah (penyakit), hama tanaman di sawah atau ladang yang timbul pada bulan (sasih) kanem, kapitu, kawulu, dan kasanga, menurut perhitungan penanggalan kalender Bali. “Karena jika tidak dilaksanakan tarian tersebut maka akan menimbulkan malapetaka seperti munculnya wabah penyakit (gering), bencana alam dan lain-lain yang semuanya itu diyakini sebagai hukum yang bersifat niskala,” paparnya.
Pementasan Tari Sanghyang Bojog ini dimulai dari melaksanakan upacara Usaba Gumang yaitu adanya pawisik akan terjadinya malapetaka yang akan menimpa penduduk Desa Bugbug untuk mementaskan tradisi Tari Sanghyang Bojog. Untuk membebaskan dan menolak bala yang akan mengancam keselamatan penduduk setempat.
Sebelum pentas, terlebih dahulu disiapkan sarana pendukungnya, seperti sesaji, tempat pertunjukan, dan penari sanghyang dikumpulkan. Adapun alat yang akan dipakai dalam pementasan Tari Sanghyang Bojog itu sama sekali tidak boleh diketahui oleh khalayak ramai. “Sesajen yang akan dihaturkan seperti banten ajuman, daksina, canang meraka, semuanya dipersembahkan guna lebih cepatnya Sanghyang Bojog itu nadi,”
Editor :
I Putu Suyatra
Bali Express, Jawa Pos
Enable comment auto-refresher