Pengungsi yang datang dari wilayah konflik tidak hanya Ukraina namun wilayah dan negara lainnya untuk mencari kesejahteraan, keamanan dan jauh dari ketimpangan tentu tetap saja memiliki hak untuk hidup tanpa adanya ancaman apalagi kekerasan. Sebuah pernyataan yang tentu setiap orang setuju namun dalam implementasinya pasti perlu mempertimbangkan berbagai aspek hingga ada pada keputusan “iya”. Begitu pula yang coba ditelaah dalam tulisan opini ini. Menurut saya tidak semudah itu untuk memberikan kemudahan hidup seperti yang diinginkan oleh saudara-saudara pengungsi dari wilayah konflik, apalagi tempat tinggal saya dalam konteks ini adalah Indonesia yang merupakan negara hukum. Segala sesuatunya telah diatur di negara ini dan kewajiban rakyatnya untuk mentaati hukum yang berlaku, istilahnya dimana tanah dipijak disitu pula langit dijunjung.
Dilihat dari aspek hukum, hal mengenai pengungsi dari luar negeri telah diatur dalam Perpres No. 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Ada beberapa kondisi yang telah dijabarkan mekanismenya dalam peraturan ini seperti Bab II yang mengatur penemuan pengungsi yakni apabila Instansi maupun masyarakat menemukan pengungsi di wilayah laut maupun daratan Indonesia maka dapat dilaporkan ke Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk selanjutnya diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi. Apalagi dalam konteks ini adalah pengungsi dari wilayah konflik di luar negeri maka segala sesuatunya akan berurusan dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan negara terkait, Perserikatan Bangsa-Bangsa, maupun organisasi internasional yang menaungi isu kemanusiaan. Lalu bagaimana sikap dan tanggungjawab saya? Sebagai masyarakat yang telah mengetahui hal ini dan dianggap melek hukum, tentu mengikuti mekanisme dari aturan yang berlaku ini. Warga lokal yang menginap saja perlu lapor, apalagi adanya pengungsi. Menurut saya Indonesia bukan negara yang tidak peduli terhadap isu kemanusiaan, Rumah Detensi Imigrasi memfasilitasi keperluan saudara pengungsi sebagaimana diatur dalam peraturan presiden ini.
Selanjutnya diatur dalam Bab III mengenai penampungan pengungsi, Rumah Detensi Imigrasi akan berkoordinasi untuk menyiapkan tempat penampungan dengan berbagai fasilitasnya seperti pelayanan kesehatan, ibadah dan keamanan. Pemenuhan kebutuhan dasar juga termasuk di dalamnya yang meliputi kebutuhan makan, minum, dan pakaian serta air bersih. Disamping menyediakan fasilitas-fasilitas tersebut, Rumah Detensi Imigrasi akan melakukan koordinasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia, Organisasi Internasional, dan negara asal pengungsi untuk dilakukan tindakan lebih lanjut apakah status pengungsiannya di Indonesia disetujui atau ditolak. Bagi yang statusnya ditolak akan dideportasi kembali ke negara asalnya. Mekanisme yang telah dibuat oleh pemerintah tentunya bukan tanpa alasan, dengan berbagai pertimbangan dari aspek-aspek terkait maka ini merupakan simpulan terbaik apabila terdapat pengungsi di negara ini.
Sepertinya saya cukup berbicara terlalu jauh pada peran pemerintah dalam penanganan pengungsi sedangkan bagaimana sebenarnya sikap dan tanggungjawab nyata yang dapat saya lakukan apabila terdapat pengungsi dari wilayah konflik di tempat tinggal saya. Ada mekanisme yang saya coba lakukan dengan melihat dari aspek fasilitas, kemampuan, dan kondisi sehingga tidak menjadi suatu omong kosong. Langkah awal jika terdapat pengungsi yang baru saja tiba di daerah tempat tinggal saya adalah mencoba mendekati sehingga dari pihak saudara pencari suaka dan saya pun dapat berkoordinasi dengan baik dan mencoba menjelaskan bahwa mekanisme yang ada di negara ini terhadap pengungsi adalah dengan melaporkan pada pihak atau instansi terkait yakni pihak Kepolisian. Ini pun jika komunikasi memungkinkan karena bisa saja terdapat perbedaan bahasa, dengan kecanggihan teknologi tentu dapat memanfaatkan aplikasi penerjemah yang bisa diakses secara gratis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengungsi ini memiliki niatan yang baik atau buruk saat datang ke tempat tinggal saya maka komunikasi yang baik menurut saya cukup diperlukan. Dalam proses komunikasi ini, diusahakan juga saudara pengungsi berada dalam keadaan aman atau apabila memerlukan bantuan medis maka dapat dibantu dengan menghubungi pelayanan kesehatan ataupun melalui pihak kepolisian. Menurut saya pelaporan dapat dilakukan melalui telepon yang dapat dengan mudah di akses di aplikasi peramban atau jika diperlukan maka datang langsung ke kantor polisi terdekat. Lalu bagaimana jika akhirnya saudara pengungsi ini telah ditangani oleh pihak kepolisian? Sebenarnya sikap dalam pelaporan dan memastikan bahwa pencari suaka dalam keadaan aman adalah suatu hal yang cukup, namun saya memiliki opsi selanjutnya dengan memanfaatkan media sosial.
Pada era informasi cepat ini, berbagai informasi akan mudah di akses melalui media sosial apalagi fenomena yang saya temukan pada beberapa waktu belakangan ini adalah dengan viralnya suatu isu maka akan lebih diperhatikan oleh pemerintah. Dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram maupun twitter yakni mengunggah informasi keberadaan pengungsi, maka akan menghadirkan perhatian untuk pengungsi ini serta menghindari adanya penelantaran dari pihak pemerintah. Ini semacam pengawasan bersama dari masyarakat seperti beberapa unggahan dengan #kawalbersama.
Isu kemanusiaan menurut saya merupakan kewajiban bagi setiap manusia untuk memastikan adanya keadilan dalam penyelesaian permasalahannya. Ini pula tanpa adanya diskriminasi maupun sanksi sosial yang terbiasa dilakukan oleh masyarakat jika terdapat perbedaan di dalamnya. Darimanapun mereka berasal bukan hanya Ukraina, mereka berhak mendapatkan kesejahteraan hidup. Bukan hanya melek hukum, masyarakat juga perlu melek isu kemanusiaan agar bisa memanusiakan manusia.
Enable comment auto-refresher