Property:Biography text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
D
sekarang ini, telah muncul virus covid varian baru yaitu omicron  +
Daniel Bahari lahir di Denpasar, 23 Maret 1948. Ia adalah pelatih tinju, manager dan promotor tinju legendaris. Ia mendirikan sasana Cakti Bali (Candradimuka Tinju Bali) dan melahirkan petinju-petinju tingkat nasional dan internasional, baik amatir maupun profesional. Petinju-petinju yang lahir dari didikannya antara lain Adi Swandana, Fransisco Lisboa,, Pino Bahari, Nemo Bahari, Daudy Bahari. Ia juga pernah menangani mantan juara IBF kelas bantam yunior, yakni petinju legendaris Ellyas Pical. Sebelum menjadi pembina tinju, ia pernah menjadi atlet tinju. Namun, prestasinya tidak begitu menonjol. Ia lebih dikenal sebagai pembina tinju bertangan emas. Daniel Bahari meninggal pada tanggal 16 Maret 2015 di Denpasar.  +
Deniek G. Sukarya sudah bergelut dalam dunia fotografi profesional selama lebih dari 43 tahun. Karyanya diterbitkan dalam bentuk buku-buku, koran, majalah, iklan, brosur, poster dan papan billboard. Dalam stok fotografi, beliau menawarkan koleksi dalam jumlah besar berupa foto-foto travelling, budaya, lanskap, alam dan fotografi seni rupa Deniek memulai karir sebagai seorang freelance fotografer dan penulis untuk banyak publikasi nasional besar dan ternama sebelum ikutserta dalam agensi fotografi international pada tahun 1981 sebagai seorang senior copywriter, dan setahun setelah itu sebagai creative director. Sebagai seorang fotografer yang teliti, Deniek mengadakan banyak lokakarya fotografi untuk kemajuan fotografi di Indonesia. Beliau juga menulis untuk berbagai publikasi: dari travel, budaya, alam hingga pada artikel yang memuat tips-tips pada berbagai aspek dalam fotografi. Sejak 1993, Deniek menerbitkan beberapa majalah: Visi, untuk STARKO (hingga 1995); RODA untuk HONDA Motorcyle Indonesia (sampai 2007); FOTO MODERN, untuk Fuji Film Indonesia (hingga 2005). Pada tahun 2005, beliau menerbitkan majalah NIKONIA, dalam Majalah Fotografi Triwulan 6 Edisi untuk Nikon Indonesia. Deniek adalah salah seorang founder dan pimpinan dari LEICA Photography Club di Indonesia serta seorang konseptor dan kurator/direktur Galeri Foto CAHYA, galeri foto seni rupa pertama di Indonesia. Beliau mengadakan berbagai lokakarya foto, termasuk tiga pameran di Galeri Foto CAHYA pada tahun 1998 dan 2000. Pada tahun 2002, beliau mengelola Harmony-Potret Indonesia Damai dan Image of Jakarta pameran foto untuk Dinas Pariwisata Jakarta. Pada tahun 2004, beliau mengadakan dua pameran di Osaka, Jepang, INDONESIA – ENCHANTED MOMENTS, untuk Konsulat Jenderal Indonesia di Osaka dan Sakata Inx Corporation. Ia juga mengelola pameran, A Tribute to Aceh, untuk Aceh Tsunami Relief Funds pada tahun 2005 bekerja sama dengan jurnalis-jurnalis foto dari koran nasional terkemuka, Kompas. Pada tahun 2005, Deniek juga menyelenggarakan pameran: Indonesia-Enchanted Moments, pada National Gallery of Zimbabwe, Harare untuk Kedutaan Indonesia yang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Lingkungan Zimbabwe. 76 dari foto terbaik yang diambil selama perjalanannya di Zimbabwe dipamerkan dalam pameran besar, Zimbabwe-Permata Afrika di Plaza Senayan Jakarta, pada Desember 2005. Pada 2006, Deniek mengelola pameran foto, Presiden Juga Manusia Biasa, pameran ini bertemakan tentang kehidupan sehari-hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang diambil oleh Abror Rizki dan Dudi Anung Anindito di Pondok Indah Mall. Pada tahun 2008, ia juga mengelola sebuah pameran foto berjudul The Allure of the Undiscovered West Bali di Sultan Hotel, Jakarta  
Desak Ayu Putu Suciati SE.,M.Si adalah salah satu staf pada Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Provinsi Balil  +
Desak Made Rita Kusuma Dewi adalah seorang atlet panjat tebing dari Bali. Dia lahir di Buleleng, 24 Januari 2001. Kini dia menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Olahraga Undiksha Singaraja. Dalam olah raga panjat tebing, Desak telah mengumpulkan banyak prestasi untuk kategori speed dan combined (speed, lead, boulder), antara lain Juara 1 kategori Speed Wr pada kejurnas kelompok umur di Riau (2018) dan kejurnas di Kalimantan Selatan juga meraih Juara 1 di kategori serta kelompok umur yang sama. Dia juga mpersembahkan medali emas untuk Buleleng di Porprov Bali 2019 untuk kategori speed wr. Desak telah menekuni panjat tebing sejak kelas 2 SD di bawah bimbingan tantenya yang juga seorang atlet panjang tebing. Desak meraih medali emas dengan rekor kecepatan 7,01 detik pada perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tahun 2021. Sebelumnya, dia mengikuti kejuaraan Piala Dunia Panjat Tebing di Villars, Swiss. Ke depan, dia akan menjadi atlet proyeksi Tim Nasional Merah Putih ajang Olimpiade Paris 2024.  +
Saya lahir pada tahun 1972—atau begitulah yang diceritakan oleh salah satu orang tua teman saya yang berprofesi sebagai guru, karena tidak satu pun dari orang tua saya yang ingat tanggal pasti lahir saya—di sebuah desa kecil di utara Ubud di pulau Bali, salah satu dari sekian banyak desa yang ada di Bali. pulau-pulau di kepulauan Indonesia. Ketika saya masih muda saya merasa tidak ada pilihan lain selain meninggalkan Bali untuk melepaskan diri dari beban kemiskinan dan tradisi. Saya sering bepergian ke luar negeri, menikah, membesarkan anak laki-laki, dan bekerja di Australia sambil terus mendidik diri saya sendiri di perguruan tinggi dan universitas—yang terakhir saya peroleh adalah gelar Master dalam Bisnis Internasional dari Newcastle University, New South Wales, Australia. Saya kembali ke Bali pada tahun 2012 setelah hampir dua puluh tahun tinggal di luar negeri, dengan harapan dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik, membangun kembali keluarga saya dan menciptakan lapangan kerja bagi sesama warga Bali. Sejak kembali ke Bali, saya telah mengalami langsung tantangan yang dihadapi perempuan Bali dalam dunia paralel antara pariwisata modern dan kehidupan tradisional, di mana keluarga berjuang untuk menjaga keseimbangan antara kewajiban adat tradisional dan godaan dari taman bermain pariwisata, obat-obatan terlarang dan seks. pemandangan. Pengalaman yang penuh gejolak, kehidupan yang penuh dengan drama, tragedi, dan saat-saat bahagia yang jarang terjadi dan sepertinya tidak akan bertahan lama, telah menginspirasi saya untuk menulis buku ini sebagai bagian dari perjalanan penemuan diri saya. Saat ini saya sedang mengerjakan buku kedua sambil melanjutkan proyek lain di Bali.  +
Dewa Ayu Carma Citrawati, lahir di Getakan, Klungkung, Bali, 24 Februari 1990. Menyelesaikan kuliah S1 di Program Studi Sastra Bali FIB Universitas Udayana pada tahun 2011. Tahun 2017 menyelesaikan studi magister di program Pascasarjana Linguistik Murni FIB Universitas Udayana. Ia telah menerbitkan beberapa buku seperti Smarareka (2014), Sumanasa Sekuntum Pembebasan (Saduran Kekawin Sumanasantaka, 2019), Aud Kelor (2019). Ia memperoleh anugrah tertinggi bidang Sastra Bali dari Yayasan Kebudayaan Rancage di tahun 2017 atas buku kumpulan cerpen yang berjudul Kutang Sayang Gemel Madui (2016). Berpengalaman dalam bidang mengajar, pernah menjadi guru bahasa Bali di SMPN 3 Denpasar (2011-2018), Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung (2016-2017). Sampai saat ini masih aktif terlibat dalam berbagai kegiatan pengembangan yang berhubungan dengan Bahasa, Sastra dan Aksara Bali. Dari tahun 2018 hingga sekarang, aktif menulis artikel berbahasa Bali di Wikipedia Bali di bawah naungan komunitas Wikimedia Denpasar. Atas dedikasinya terhadap komunitas wikimedia, perkembangan Bahasa dan Aksara Bali, Wikimedia Foundation menganugrahi penghargaan Wikimedian of the year, sebagai The Newcomer of the year 2021.  +
Dewa Ayu Eka Putri adalah seorang seniman dan antropolog yang saat ini menjabat sebagai sekretaris dan guru tari di Sanggar Seni Çudamani. Lulusan Sarjana Antropologi dari Universitas Udayana sekaligus sebagai generasi pelopor serta pemimpin dari group gamelan wanita di Bali. Lahir dari keluarga seniman, Dewa Ayu telah dikenal dalam karya-karyanya yang bernuansa tradisional dan kontemporer baik dalam teater, musik dan tari tradisi, sekaligus secara aktif bekerja sebagai asisten peneliti. Karya-karyanya banyak terinspirasi dari semesta perempuan.  +
Dewa Ayu Posmaningsih adalah dosen tetap pada Politeknik Kesehatan Lingkungan di Jurusan Kesehatan Lingkungan. Posmaningsih menamatkan studi master pada bidang Kesehatan Masyarakat dari Universitas Udayana.  +
Dewa Ayu Putu Rai alias Sukerti lahir di Ubung, Denpasar, 6 Juli 1961. Ia adalah bintang panggung drama gong era tahun 1980-an. Kemampuan akting dan kecantikannya memesona banyak orang pada masa itu. Dalam bermain drama gong ia berperan sebagai "Tuan Putri" dan sering dipasangkan dengan Wayan Lodra yang berperan sebagai "Raja Muda" yang tampan. Popularitasnya melejit lewat kelompok Drama Gong Bintang Bali Timur (BBT) saat ia berperan sebagai “Sukerti”. Berkat lakon “Panji Sumirang”, ia semakin banyak penggemar dan meraih pujian. Pujian bukan hanya di panggung, tapi ratusan pengggemarnya bahkan berkirim surat untuk Sukerti. Pada masa jayanya, ia pernah memperkuat lima kelompok (sekaa) drama gong, yaitu Drama Gong Dewan Kesenian Denpasar (DKD), Bintang Bali Timur (BBT), Kerthi Bhuwana Sari, Duta Bon Bali, dan Bhara Budaya. Pada tahun 1982, bersama Sekaa Drama Gong BBT, ia pernah tampil 40 kali dalam sebulan di panggung untuk menghibur masyarakat di berbagai pelosok Bali.  +
Dewa Gede Purwita adalah dosen pada bidang Visual Communication Design di Institut Desain dan Bisnis Bali. Dewa adalah juga seorang pelukis dan penulis yang dikenal dengan nama pena Purwita Sukahet. Ketertarikannya yang mendalam terhadap karya I Ketut Gede Singaraja dituangkannya dalam sebuah pameran tunggal membedah karya-karya pelukis asal Buleleng ini yang terkenal dengan gaya pictorial realism pada tahun 2019.  +
Dewa Made Beratha lahir di Gianyar, Bali, 12 Juli 1941. Ia adalah mantan Gubernur Bali yang menjabat dua periode, yakni periode 1998-2003 dan 2003-2008. Jauh sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Bupati Bangli periode 1968-1970. Ia menamatkan pendidikan Ilmu Sosial Politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia memulai karir pada tahun 1967 sebagai staf sekretaris daerah Kabupaten Bangli, dan satu tahun kemudian terpiih menjadi Bupati Bangli. Kemudian ia menjadi anggota DPRD Bali dari tahun 1970 hingga 1998, sebelum akhirnya menjadi Gubernur Bali.  +
Dewa Putu Bedil lahir di Ubud, Bali, pada tahun 1921. Meninggal tahun 1999. Bedil adalah salah satu anggota termuda dari kelompok Pita Maha yang ia ikuti pada tahun 1936. Dengan dorongan dan arahan dari Rudolf Bonnet, ia mengembangkan gaya lukisan yang unik dengan warna-warna yang elegan. Dia sering menggambarkan kehidupan sehari-hari, ritual, atau tarian dalam lukisan-lukisannya. Figur-figur lukisannya ramping dan terkesan surealis. Karya-karyanya dikoleksi oleh Taman Budaya Bali (Denpasar, Bali), Tropen Museum (Amsterdam, Belanda), Rijksmuseum voor Volkenkunde (Leiden, Holland), Museum Nasional (Jakarta), dan banyak kolektor kelas dunia. Ia pernah memamerkan karya-karyanya di dalam dan luar negeri, seperti di Museum Nasional Jakarta dan pada acara Festival Persahabatan Indonesia-Jepang (Morioka , Tokyo, 1997).  +
Dewa Putu Kantor, lahir di Sukawati, Gianyar, 1957. Dia adalah seorang pelukis tradisional yang menganut gaya seni lukis Batuan. Dia belajar melukis teknik Batuan kepada pelukis Dewa Putu Mangku, Dewa Made Jaya, dan Made Tubuh. Lebih dari sembilan tahun ia menyerap teknik melukis gaya Batuan yang terkenal dengan konsep ruang gambar yang penuh, rumit, bernuansa gelap dan tanpa fokus yang jelas. Ia kemudian menyederhanakan gaya yang rumit itu menjadi tarikan-tarikan dan liukan-liukan garis yang membentuk wujud tertentu tanpa ada proses pelapisan tinta Cina. Gambar-gambarnya melulu bersandar pada kekuatan garis yang berpengaruh pada keutuhan karya. Tema-tema karyanya juga mengalami perubahan, dari cerita pewayangan menjadi tema-tema keseharian masyarakat pedesaan. Ia kemudian dikenal sebagai pelukis neo-tradisional karena mengangkat kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan Bali pada era kontemporer. Dia mengembalikan kekuatan lukisan khas Bali kepada intinya, yaitu: garis. Sepintas karya-karya drawingnya mengingatkan orang pada karya-karya I Gusti Nyoman Lempad. Keutuhan dan kekuatan karyanya bertumpu pada kesederhanaan dan ketajaman tarikan garis. Dengan menggunakan tinta Cina dan kuas bambu ukuran kecil, ia menggambar suasana pasar, warung penggak, tajen, upacara di pura, pemuda desa menabuh gamelan, mobil dengan muatannya, bocah-bocah dengan permainannya, cerita rakyat, gadis mandi di sungai, dan berbagai aktivitas kehidupan desa. Subjek matter yang digarapnya mengesankan kelucuan, lugu, konyol, satire, penuh ironi dan tentu saja menyegarkan. Karya-karyanya pernah dipamerkan secara tunggal maupun bersama di sejumlah galeri, antara lain pameran tunggal di Gallery Duta Fine Arts, Jakarta (1999), pameran bersama “Ibu Rupa Batuan” di Bentara Budaya Bali (2019).  +
Dewa Putu Sahadewa lahir di Denpasar, 23 Februari 1969. Sejak remaja aktif dalam seni sastra, jurnalistik, dan teater. Dia pernah aktif dalam Sanggar Minum Kopi dan turut menggagas Jatijagat Kampung Puisi. Antologi puisi tunggalnya: 69 Puisi di Rumah Dedari (2015), Penulis Mantra (2016). Kini dia menetap di Kupang dan berprofesi sebagai dokter ahli kandungan.  +
Artis dan penulis. Dewi Dian adalah pendiri Sawidji Gallery & Co. Dewi Dian Reich lahir di Australia dari orang tua campuran Indonesia dan Eropa. Dewi memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Alam, seni, sejarah, dan tradisi warisan Indonesia. Dia menyebut Bali sebagai rumahnya selama hampir 20 tahun. Dian adalah lulusan Australian National Art School in Fine Arts jurusan Fotografi dan disiplin seni lukis dengan penekanan pada sejarah dan teori seni. Melakukan studi pasca sarjana di Media Digital, Linguistik dan Studi Asia. Dian fokus pada pengembangan Galeri dan Studio Sawidji yang sedang berjalan. Perubahan ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi Covid di Bali menjadi katalisnya. Sudah ada kebutuhan untuk menilai kembali kondisi yang mempengaruhi integritas Seni Rupa di Bali. Yang tidak pernah lepas dari seluk-beluk kebudayaan itu sendiri. Sawidji mungkin mengeksplorasi tema-tema tersebut. Namun, kami hanya ingin merayakan talenta, komunitas, dan Alam dimana kita beruntung menjadi bagiannya.  +
Dewi Pradewi bernama lengkap Ni Putu Dewi Ariantini lahir, di Denpasar, Bali, 12 Januari 1987. Dia adalah salah satu penyanyi lagu pop Bali papan atas yang telah memulai karirnya sejak tahun 2000-an. Album lagunya, antara lain “Bungan Tresna” (2001), “Muani Buaya” (2015), “Bermain Cantik” (2017, duet bersama Dek Arya). Dia sering diundang menyanyi atau menjadi pembawa acara (MC) di berbagai event besar di Bali. Kesibukannya yang lain adalah menjadi asisten Ketua PHRI Bali dan pelatih yoga. Pada masa remaja, dia juga aktif mengikuti lomba baca puisi. Selain itu, beberapa kali dia pernah terlibat dalam kegiatan musikalisasi puisi. Dia menamatkan kuliahnya di Kajian Budaya, Pasca Sarjana, Universitas Udayana dengan tesis berjudul “Konstruksi Stigma pada Perempuan Bali Bertato di Kota Denpasar”.  +
Dewi Susiloningtyas adalah dosen di Departemen Geografi Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Sarjananya dalam perencanaan pembangunan daerah dari Universitas Gajah Mada, di mana ia juga mendapatkan gelar Magister dalam studi ilmu lingkungan. Dr Susiloningtyas mengajar berbagai mata pelajaran yaitu Geografi Industri, Geografi Asia Regional, penelitian Kerja Lapangan, dan Sosiologi untuk beberapa nama. Beberapa tahun terakhir ini, Dr. Susiloningtyas fokus mengembangkan mata pelajaran yang lebih fokus pada siswa, atau SCL (Student Center Learning).  +
Penulis tercinta tentang budaya dan masyarakat Bali yang telah menerbitkan banyak esai dalam buku dan majalah.  +
Didon Kajeng bernama asli Dwi Ari Swandana, lahir di Denpasar, 5 Maret 1976. Sejak kanak-kanak ia aktif dalam berbagai kegiatan kesenian, seperti baca puisi, menyanyi, main drama/teater. Ia sering menjuarai lomba baca puisi, nyanyi, musikalisasi puisi. Ia juga jago merangkai bunga dan telah menerbitkan buku seni merangkai bunga berjudul “Bali Bloom, Inspirational Balinese Floral Art”. Sekitar 2013 ia kehilangan penglihatan akibat glukoma. Belakangan ia harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Namun ia tak pernah patah semangat menjalani hidup. Ia tetap masih bisa bermain teater, misalnya ia tampil di Bentara Budaya Bali dengan monolog “Orgil” pada tahun 2014, ia membaca puisi di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 2016. Ia membina anak-anak tunanetra di Denpasar berkesenian, berteater, menyanyi, menulis puisi. Ia adalah guru, sahabat, panutan bagi anak-anak tunanetra di Denpasar. Bersama anak-anak tunanetra ia mendirikan Komunitas Seni Teratai Bali (Kostra). Didon meninggal 10 Agustus 2021.  +