Summary
In English
Gaguritan Purwa Sanghara is one of the literary works written by I Gusti Ngurah Made Agung (1876-1906), the seventh king of the Kingdom of Badung who died during the Puputan Badung incident on September 20, 1906. Not only as a knight, he was also a writer. His song, "Ratu Anom", is popular until now and is ingrained in Balinese life.
Geguritan Purwa Sanghara tells about the advice of the struggle against the Dutch. This geguritan uses the example of the event of the destruction of the Yadu dynasty and the death of the cruel king Kangsa. Here, I Gusti Ngurah Made Agung uses an alliterative figure to represent the Dutch as a giant who wants to attack dharma during the Kaliyuga era.
This Geguritan was his last work before he died on September 20, 1906 in front of Puri Denpasar. He persistently fought until the end against the Dutch troops who wanted to take over Denpasar (Badung region at that time).
In Balinese
In Indonesian
Gaguritan Purwa Sanghara adalah salah satu karya sastra yang ditulis oleh I Gusti Ngurah Made Agung (1876-1906), raja ketujuh Kerajaan Badung yang tewas ketika peristiwa Puputan Badung 20 September 1906. Tidak hanya sebagai ksatria, beliau juga seorang sastrawan. Lagu ciptaan beliau, yakni “Ratu Anom” populer hingga kini dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bali.
Geguritan Purwa Sanghara mengisahkan tentang petuah-petuah perjuangan melawan Belanda. Geguritan ini menggunakan contoh peristiwa hancurnya bangsa Yadu dan tewasnya raja Kangsa yang kejam. Di sini, I Gusti Ngurah Made Agung menggunakan majas aliterasi untuk mengibaratkan Belanda sebagai raksasa yang ingin menyerang dharma pada zaman Kaliyuga.
Geguritan ini adalah karya beliau yang terakhir sebelum beliau tewas pada 20 September 1906 di depan Puri Denpasar. Beliau dengan gigih bertempur hingga akhir melawan pasukan Belanda yang ingin menguasai Denpasar (wilayah Badung kala itu).
Text Excerpt
Bahasa Kawi/Kuno
⏤
In English
That is King Kangsa in the past / his destruction / no one can defeat / other than by the Yadu Dynasty / then after that the curse of the sages / against or contrary to bad behavior / in order to survive / o, holy descendants (of the nation) / let it be always aware of the existence of an enemy within and an enemy in the world / actually both are important to know.
Translated by Arya Lawa Manuaba.
In Balinese
Malih maharaja Kangsa nguni Karusakane sami punika Ten w nten malih liyan Ring tangan wangsa Yadu Mangk keni sapaning resi Papasen ring susila Mangden langgong kukuh Sucining kulina jadma ling-eling musuh manah lan ring bumi Pada-pada mabuwat Sucining kulina jadma ling- ling musuh manah lan ring bumi Pada-pada mabuwat.
In Indonesian
Tersebut Maharaja Kangsa pada masa dahulu/ kehancurannya tersebut/ tidak ada yang bisa mengalahkan/ selain oleh Bangsa Yadu/ kemudian setelah itu kutukan resi/ melawan atau bertolak belakang dengan perilaku yang tidak baik/ agar dapat bertahan/ para keturunan (bangsa) yang suci/ hendaklah senantiasa sadar akan keberadaan musuh di dalam diri dan musuh di dunia/ sesungguhnya keduanya sama-sama penting diketahui.
Translated by Yesi Candrika.
Index
Enable comment auto-refresher