Property:Biography text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
I
I Ketut Suwidja, lahir di Singaraja, 20 November 1939. Dia adalah seorang sastrawan dari Bali yang menulis dalam bahasa Bali dan Indonesia. Dia juga menulis di atas daun lontar. Puisi-puisinya banyak dimuat di Bali Post, Karya Bakti, Nusa, dll. Juga terkumpul dalam sejumlah antologi bersama, seperti “Hram” (1988). Antologi puisi tunggalnya yang berbahasa Bali adalah “Panah Surya” (2000) diterbitkan oleh Sanggar Buratwangi dan Balai Bahasa Bali. Berbagai penghargaan telah diraihnya, antara lain Penghargaan Listibiya (1982), Penghargaan Pemerintah Provinsi Bali (1998), Penghargaan Sastra Bali dari Yayasan Rancage (2001). Dia pernah bekerja di museum lontar Gedong Kertya di Singaraja. Dia meninggal tahun 2009.  +
I Ketut Tjekeg, lahir di Banjar Tarukan, Desa Mas, Ubud, 25 Januari 1942. Ia adalah salah seorang tokoh penting di Desa Mas, Ubud, yang banyak berkontribusi bagi kemajuan desa. Sejak kanak ia sudah aktif berkesenian, antara lain bermain drama, membuat patung dan ukiran, serta aktif dalam berbagai organisasi. Ia tamat sekolah PGAA Hindu Dwijendra tahun 1962. Sempat menjadi guru honorer Agama Hindu di SMP Negeri Gianyar. Kemudian ia menjadi wartawan di koran “Suara Indonesia” yang kini jadi “Bali Post”. Ia juga sempat bekerja di Hotel Bali Beach Sanur. Pada era 1960-an ia aktif menjadi pengurus PNI/Front Marhaenis Ranting Mas. Ia ikut membidani kelahiran banyak organisasi di Desa Mas, antara lain Persatuan Pelajar Mas (P.P.M.), sekaa teruna/karang taruna, organisasi kesenian Janger, dan sebagainya. Ia menerbitkan buku Autobiography dan Pembangunan Phisik & Mental Spiritual (2022) yang banyak berisi kisah kehidupannya dan sejarah pembangunan dan perkembangan Desa Mas, Ubud.  +
I Ketut Wiana, lahir di Denpasar, 14 September 1945. Ia pernah menjadi dosen di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar. Ia juga aktif di lembaga Hindu PHDI dan sering diundang memberikan dharma wacana untuk umat Hindu di berbagai pelosok Indonesia. Selain rajin mengisi rubrik Mimbar Agama Hindu di Bali Post, ia banyak menerbitkan buku berkaitan dengan Agama Hindu, antara lain “Suksmaning Banten”, “Memelihara Tradisi Veda”, "Beragama Pada Zaman Kali", “Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu”, “Kasta dalam Hindu”. Ia meninggal di Denpasar pada tanggal 19 April 2023.  +
Komang Alit Juliartha alias Alit Joule lahir di Bekasi, 15 Juli 1991. Dia alumni program studi Pendidikan Bahasa Bali IHDN Denpasar. Karya-karya sastra berbahasa Balinya dimuat di Bali Orti Bali Post , Pos Bali. Karya-karyanya sudah dibukukan dengan judul Swecan Widhi Wasa (2015) dan meraih hadiah Sastra Rancage pada tahun 2016. Pada tahun 2016 pula ia menerbitkan novel berbahasa Bali berjudul Satyaning Ati.  +
I Komang Darmayuda lahir di Br. Tameng, Sukawati, Gianyar, 1970. Darah seni musik mengalir dari ayah ibunya yang pernah tergabung dalam grup keroncong Puspa Kencana, yang biasanya mengiringi pertunjukan sandiwara di era tahun 1960-an. Pada tahun 1999 ia diangkat sebagai dosen di STSI Denpasar yang sekarang menjadi ISI Denpasar, dan mulai tahun 2013 sampai tahun 2022 menjadi Ketua Jurusan Musik. Selain menjadi tenaga pendidik, Darmayuda juga mendirikan Sanggar Cressendo Griya Musika Sukawati pada tahun 2008. Di Sanggar ini menggembleng anak-anak dalam bermusik seperti bermain piano, gitar, dan bernyanyi. Pada tahun 2011 – 2016 Sanggar Cressendo sering mewakili Kabupaten Gianyar dalam Ajang Lomba dan Parade Lagu Daerah Bali di PKB. Pernah beberapa kali meraih juara I dalam ajang tersebut dan mengharumkan nama Kabupaten Gianyar. Lagu-lagu yang diaransemen dan ditampilkan saat meraih juara antara lain Lagu Gianyar Jagat Seni dan Lagu Tangis Pertiwi ciptaannya sendiri. Darmayuda juga pernah meraih juara I lomba cipta lagu di ajang PKB kategori lagu Remaja/Dewasa dengan judul lagu “Bencana Ring Bali” (Bom Kuta 2022) dan Juara I kategori lagu anak-anak yang berjudul “Muda Lara” (anak-anak yang mengemis di jalan) di tahun 2004. Sampai saat ini ia telah menciptakan 109 lagu-lagu Bali, 102 lagu Mars dan Hymne, dan puluhan lagu Indonesia. Ia berpandangan bahwa seni merupakan denyut nadinya orang Bali, darah seni selalu mengalir pada manusia Bali yang menyebabkan dunia seni tak akan mati di pulau tercinta ini.  +
I Made “Romi” Sukadana, lahir di Denpasar, 22 Januari 1973. Dia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 1993 dia telah aktif dalam banyak pameran bersama, seperti “Horizon”, Maya Gallery, Sanur (2019), “On Fire” Kaktus Art Space, Sanur (2018), “Magic of Bali”, Ira Kitzki art Gallery, Frankfurt Germany (2014), “Hidden Code” Mayya Gallery, Frankfurt, Jerman (2013). Pameran tunggalnya, antara lain “Sides of Woman” di Paros Gallery, Sukawati, Bali (2001), “Dialogue with the Reality” di Kamandalu Resort, Ubud (2007), “Sebuah Nama” di Ten Fine Art, Sanur (2009), “Hidden Connection” di Ayucious Socialite House, Denpasar (2012), “Hidden Connection III” Tryst’s Resto Kemang, Jakarta (2013). Karya-karya Romi menunjukkan keberagaman tematik dan aliran namun selalu mengandung cita rasa tersendiri. Dia mampu melukis realis dengan baik, namun juga bisa melukis abstrak yang mengesankan.  +
I Made Arik Wira Putra, lahir pada tanggal 23 April 1991, ia putra dari Ni Nyoman Wangi dan I Nyoman Sulara. Menempuh pendidikan S1 di Universitas Udayana dan S2 di Universitas Hindu Indonesia, ia banyak memiliki prestasi dari kecil salah satunya "Juara 1 Nasional Palawakya tahun 2011". Ia merupakan seorang pengarang dan ia ingin dirinya disebut sebagai "Seorang Peminat Sastra" tidak sebagai Sastrawan. Ia sudah memiliki beberapa karya Sastra Bali Purwa salah satunya yaitu Kakawin Usadhi Negari.  +
Dr. I Made Mahadi Sanatana, S.STP, MAP Merupakan birokrat yang melaksanakan tugas di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali, pernah mengikuti pelatihan dan sertifikasi manajemen SDM, pelatihan asesor kompetensi. Saat ini juga bertugas sebagai asesor sumber daya manusia di UPT Assessment Centre Prov Bali. Beberapa kali ditunjuk sebagai narasumber pada pelatihan manajemen SDM dan pengajar bidang administrasi publik. Menyelesaikan pendidikan S3 ilmu ekonomi Universitas Udayana konsentrasi ekonomi kelembagaan. Tersertifikasi CHRM dari BNSP.  +
Abstrak menjadi bahasa rupa yang dipilih Made Mahendra Mangku untuk berekspresi. Berbagai eksplorasi abstrak dihadirkannya, seperti permainan garis, warna, dan cipratan. Sebagai seniman yang tumbuh di tubuh Sanggar Dewata Indonesia (SDI), karyanya cenderung berbeda dibanding dengan rekan-rekan Kelompok Sebelas; kelompok yang berisi sebelas anggota dari generasi 90-an SDI. Ia tidak memenuhi kanvasnya dengan sapuan cat yang bertubi-tubi, begitupun dengan ikon-ikon dan simbol Bali yang riuh, tampak absen di karya Mangku. Dalam lukisannya, Mangku cenderung menggunakan satu warna sebagai dasar lalu mengisinya dengan beberapa warna dan garis. Kadang ia juga menabrakkan warna-warna yang kontras dengan komposisi tertentu yang tetap menenangkan. Ia menghadirkan keheningan yang terasa sentimental, bak ruang-ruang kontemplasi di tengah kehidupan duniawi. Segelap apapun warna yang digunakannya, karya-karya Mangku tetaplah manis, menenangkan dan meditatif, bahkan ia sering disebut sebagai “Pelukis Puitis”. Meski kini dikenal lewat karya abstraknya, Mangku sempat bereksplorasi dengan gaya realis dan figuratif saat masih di bangku kuliah. Bahkan di tahun pertamanya di ISI, ia sudah mendapat dua penghargaan sekaligus untuk sketsa terbaik dan lukisan cat air terbaik. Sedangkan saat bersekolah di SMSR Denpasar, ia  lebih menekuni medium cat air dengan teknik percik yang membuatnya dipanggil Mangku (pendeta dalam adat Bali yang memercikkan air suci saat memberi berkat, red.). Pilihannya untuk menekuni abstrak dimulai sejak 1993, karena abstrak lebih memberi ruang untuk improvisasi dan eksplorasi. Sejak lulus dari ISI Yogyakarta, Mangku kembali ke Sukawati dan aktif berkarya di studio pribadinya, De’carik Art Studio. Ia baru saja memamerkan 15 karya lukis dan cat air di Singapore International Artist Fair (SIAF) 2018 pada 10-13 Mei di Suntec City, Singapura. Rencananya, Mangku akan menyelenggarakan pameran tunggal pada Agustus 2018 di Art:1 Gallery, Jakarta dan Komaneka Art Gallery, Ubud. Lahir di Sukawati, Bali, 30 Desember 1972 Pendidikan: 1988-1992 SMSR Denpasar 1992-1997 ISI Yogyakarta Penghargaan: 1998 Penghargaan dari Menteri Seni dan Budaya Republik Indonesia1997 Karya Lukis Terbaik Dies Natalis ISI Yogyakarta1996 Finalis Philip Morris Indonesia Art Award1992 Lukisan Cat Air Terbaik ISI Yogyakarta1992 Sketsa Terbaik ISI Yogyakarta Milestone: 1992 Pada tahun pertamanya kuliah, Mangku menerima dua penghargaan sekaligus untuk lukisan cat air terbaik dan sketsa terbaik ISI Yogyakarta 1998 Lulus kuliah, Mangku kembali dan menetap di Bali. Di tahun ini pula ia menggelar pameran duet dengan Toris Mahendra di Sika Gallery. 2000 Pameran tunggal pertamanya Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali. Pameran Penting: Pameran I Made Mahendra “Mangku” dan Made Toris Mahendra, Sika Gallery, 1998.Pameran Tunggal Pertama: Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali, 2000.Pameran Terakhir: Singapore International Artist Fair (SIAF), Suntec City, Singapura, 2018  
I Made Mangku Pastika lahir di Seririt, Buleleng, 22 Juni 1951. Ia adalah seorang politikus dan purnawirawan polisi Indonesia. Ia menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mewakili Provinsi Bali sejak 2019. Sebelumnya, ia menjabat Gubernur Bali dua periode dari 2008 hingga 2018. Ia lulusan Akabri Kepolisian pada tahun 1974. Pangkat terakhirnya dalam kepolisian adalah Komisaris Jenderal Polisi. Ia juga pernah menjabat sebagai Kapolda Bali (2003 – 2005).  +
"Kecil namun berisi", demikian ungkapan yang pantas untuk mengenalkan seorang siswa SMP Negeri 1 Selemadeg yang berasal dari kaki gunung. I Made Adi Saputera yang akrab disapa Nanda, lahir di Mendek, 8 Oktober 2004. Sesungguhnya dia berasal dari SD 3 Wanagiri yang tidak terdapat dalam zonasi SMP Negeri 1 Selemadeg. Namun tidak menyurutkan hatinya memohon kepada Sang Hyang Aji Saraswati berdasarkan jalur prestasi. Siswa kelas VIII B ini senang berorganisasi. Dia termasuk dalam jajaran pengurus OSIS masa bakti 2017-2018 dan baru saja dikukuhkan sebagai pengurus OSIS masabakti 2018-2019. Sebagai pengurus OSIS, dia tidak pernah ingkar dalam melaksanakan kewajiban. Lain daripada itu, Nanda juga mengikuti ekstrakurikuler Nyastra Bali. Dia juga memiliki hobi sepak bola dan menggambar. Anak kedua dari Ida Ayu Komang Yunika dengan I Wayan Merdana dari banjar Mendek, Desa Wanagiri Kauh, Kecamatan Selemadeg Tabanan ini sangat menggemari mempelajari sastra khususnya menulis aksara Bali. Menurutnya, menulis aksara Bali sebagai seni yang didasarkan pada perasaan. Hobinya itu otodidak dan didapatkan sejak masih bersekolah di Sekolah Dasar. Saat itu gurunya melihat tulisannya sudah bak tulisan orang mahir menulis. Didasari atas hal tersebut, gurunya memberikan pembinaan untuk mengikuti lomba. Tentang prestasi yang didapatkan, tidak usah diragukan lagi. Sejak SD sudah mendapatkan juara pada berbagai perlombaan. Ketika berada di Sekolah Dasar pernah mendapat juara I lomba Nyurat Aksara Bali tingkat Kecamatan Selemadeg tahun 2017 serta juara I pada perlombaan Nyurat Aksara Bali tingkat Tabanan dalam rangka Porsenijar tahun 2017. Berkat prestasi-prestasinya itulah dimanfaatkan untuk mendapatkan sekolah di SMP Negeri 1 Selemadeg. Ketika di SMP, dia memulai dengan belajar menulis Aksara Bali di lontar. Berkat ketekunannya belajar, diraihlah beberapa juara seperti Juara I menulis Aksara bali di lontar tingkat kabupaten Tabanan pada Porsenijar tahun 2018, juara I menulis lontar undangan kabupaten Tabanan pada acara Balipost Goes to School tahun 2018serta sebagai duta kabupaten Tabanan pada acara lomba menulis Aksara Bali pada acara Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2018. Prestasi-prestasi itu didapatkan karena keuletannya belajar serta menuruti perintah guru. Seperti siswa pandai lainnya, setelah tamat belajar di SMP Nanda berniat melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Tabanan. Dia juga berkeinginan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi unggulan seperti Universitas Indonesia (UI) atau Institut Teknologi Bandung (ITB). Siswa 14 tahun yang memiliki cita-cita sebagai pelukis ini mengatakan, prestasi yang didapatkan tidak terlepas dari motivasi kedua orang tuanya dan juga gurunya. Dia menekankan, tiap-tiap anak memiliki hak untuk belajar, tidak memandang siapapun, dari mana, serta di manapun bersekolah. Intinya, PENDIDIKAN ADALAH HAK, BERUSAHA ADALAH KEWAJIBAN.  
Selesai mengikuti studi di S-3 Kajian Budaya Unud angkatan 2012 dan selesai tahun 2015, di lahir di Baturiti Tabanan tanggal 31 Desember 1962. Lulus S-1 FKIP Jurusan Pendidikan Sejarah/Antropologi UNUD di Singaraja tahun 1986. Pada tahun 1988 diangkat menjadi staf edukatif di Almamaternya. Tahun 1994 I Wayan Pageh mendapat kesempatan melanjutkan studi ke UGM Yogyakarta, dengan perjuangan berat melalui ampulen selama setahun agar dapat diterima di S-2 Sastra Sejarah UGM, diselesaikan studi tahun 1988 dengan tesis “Dari Tengkulak Sampai Saudagar: Perdagangan Komoditas Lokal di Bali Utara Masa Kolonial Belanda, 1850-1942”. Tesis dibuat dalam kondisi politik sangat tidak menguntungkan, namun sangat beruntung karena tesisnya mendapat bantuan dari Toyota foundation sehingga dapat membantu penyelesaian lebih cepat. Langsung setelah selesai studi diangkat menjadi Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dua periode (1998-2002) jabatan belum berakhir ditinggalkannya untuk menduduki jabatan sebagai Pembantu Bidang Kemahasiswaan (PD III) Fakultas Ilmu Sosial, selama dua periode (tahun 2002-2010). Pageh mendapat penghargaan sebagai peneliti nasional termuda di Sawangan Bogor tahun 1991, sehingga mendapat penghargaan khusus dari Prof. Dr. Yayah Koeswara. I Wayan Pageh juga berpengalaman dalam menulis buku diantaranya Metodologi Pendidikan Sejarah: dalam Perspektif Pendidikan, Sejarah dan Kearifan Berbangsa : Bunga Rampai Perspektif Baru Pembelajaran Sejarah, Kepahlawanan dan Perjuangan Sejarah Sekitar Proklamasi Kemerdekaan NKRI: Konteks Lampah Mr. I Gusti Ketut Pudja.  +
Alm. I Made Sanggra merupakan sosok sastrawan hebat yang lahir pada Sabtu Pon Gumbreg, 01 mei 1926 di Banjar Gelulung Desa/kecamatan Sukawati (Gianyar) dan meninggal pada Jum'at Umanis Klawu, 20 Juni 1997. Ia merupakan sosok ayah dari sastrawan hebat I Made Suarsa. Bahkan tahun 1938 saat itu beliau sudah mampu mengawi/mengarang gending (Sastra Bali Purwa) yang saat itu beliau menempuh pendidikan di Vervolg School. Buku terakhirnya yaitu Bir Bali (pupulan Cerpen dan Puisi Bali Anyar) yang pada tahun ini (2022) Bir Bali diterjemahkan ke dalam Bahsa Indonesia oleh Balai Bahasa Denpasar (sedang dalam proses). Beliau dikenal sebagai pelopor karya sastra modern dengan karyanya yaitu Cerpen Ketemu Ring Tampak Siring (2004) yang merupakan karya hebat dari beliau sewaktu hidup kemudian memperoleh penghargaan Sastra Rancage pada tahun 1988 dengan bukunya yang berjudul Kidung Republik (1997) dan masih banyak lagi penghargaan yang diterima beliau. Selain menulis karya sastra modern beliau juga banyak menulis karya sastra Bali Purwa seperti Kidung dan Geguritan salah satunya Geguritan Pan Balang Tamak (1993). Beberapa karya beliau yang lain yaitu Hikayat Prabu Maya Denawa (karya pertama yang berupa Geguritan Sinom) dan yang sudah dibukukan yaitu, Geguritan I Gede Basur (1958), Babad Timbul/Sukawati (1971), Geguritan Pan Balang Tamak (1993), dan beberapa geguritan yang telah disumbangkan yaitu mengenai keluarga berencana, sapta usaha tama, pat sehat lima sempurna, dll. Dalam karya Bali Purwa beliau yang terunik yaitu Geguritan Pan Balang Tamak (1993) yang menggunakan Bahasa Indonesia dalam penulisannya, dalam Geguritan Pan Balang Tamak memakai 7 Pupuh diantaranya: Pupuh Ginada, Pupuh Pangkur, Pupuh Mijil, Pupuh Durma, Pupuh Ginada, Pupuh Semarandana, dan Pupuh Sinom. Geguritan Pan Balang Tamak berasal dari kata "Walang" yang artinya menghalangi dan "Tamak" yaitu ketamakan jadi tokoh Balang Tamak sengaja dihadirkan untuk menghalangin/mencegah/menghilangkan sifat-sifat tamak dari raja/penguasa. Pesan moral yang disampaikan pun bagimana kita hidup di bali agar terhindar dari raja tamak itu, sehingga perlunya pencegahan.  
I Made Santika merupakan seorang Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dengan Program Studi Sastra Bali. Beliau lahir pada tanggal 4 Januari tahun 2000. Beliau juga merupakan anak dari seorang sastrawan hebat yaitu Bapak I Made Degung dengan Ibu Ni Ketut Sutarmi.  +
I Made Suantha lahir di Sanur, 24 Juni 1967. Menulis puisi sejak remaja di tahun 1980-an. Puisinya dimuat di Bali Post, Mutiara, Pelita, Berita Buana, dll. Buku puisinya, antara lain Peniup Angin (1989), Togog Yeh, Pastoral Kupu-kupu (2008). Dia menerima penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali (2008).  +
I Made Suarsa adalah sastrawan Bali yang berasal dari bumi seni yaitu Banjar Gelulung, Desa lan Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Beliau lahir pada hari sabtu wage dukut tanggal 15 Mei 1954. Beliau merupakan anak kedua dari pengawi sastra Bali Anyar yaitu alm. I Made Sanggra. Bapak I Made Suarsa dalam proses kreatif menciptakan karya sastra telah melahirkan sangat banyak karya sastra Bali Anyar, maupun karya sastra Bali Purwa seperti Geguritan Tarunantaka, Geguritan Udayanotama Tattwa, Geguritan Kanakaning Kanaka, serta Geguritan Korona Karana lan Kirana, naskah puisi dengan judul “Ngiring Sayang Manyangin”, satua Bali Modern dengan judul “Beli, Tiang Ten Ngalih Tunangan, Ten Ngalih Kurenan” dan masih banyak lagi karya-karya luar biasa beliau. Disini saya akan membahas mengenai satu Geguritan beliau yaitu Geguritan Korona Karana lan Kirana, yang secara sederhana geguritan ini memuat tentang dari awal munculnya virus covid-19 sampai dengan bagaimana kita hidup berdampingan dengan virus ini. Jika dilihat dari padanan kata Geguritan Korona Karana lan Kirana ini memiliki arti Korona yang artinya covid-19 ini, Karana yang artinya yang menyebabkan atau sebab, Kirana yang artinya sinar matahari. Jadi dapat disimpulkan Korona Karana lan Kirana memiliki arti yang menyebabkan penyakit (grubug) salah satu yang bisa menyebuhkan adalah dengan (Kirana) sinar matahari.  +
I Made Suartana yang biasa dikenal Made Suar-Timuhun pada karya-karyanya, lahir di banjar Tengah, Timuhun, Klungkung, 17 Juni 1987. Dia memulai menulis sastra Bali modern ketika masih kuliah dan aktif menulis pada tahun 2013. Puisinya mulai dimuat pada Bali Orti (Bali Post) bulan April tahun 2013 dan tahun 2014 sudah dimuat pada Mediaswari (Pos Bali). Sebagai pembicara pada acara Ubud Writers and Readers Festival 2016. Kumpulan pertama yang diluncurkan adalah buku kumpulan puisi Bali yang berjudul “Mlajah”, diterbitkan oleh Pustaka Ekspresi tahun 2014. Tahun 2015 oleh penerbit yang sama, bisa menerbitkan kembali kumpulan kedua yang berupa buku kumpulan cerita pendek yang berjudul “Book Jaen Idup di Bali” berisi delapan belas (18) cerita pendek.  +
Prof. DRS. I Made Suastra, Ph.D adalah guru besar di Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Udayana. Prof. Suastra banyak menulis mengenai isu sosiolinguistik dan mempublikasikan karyanya pada berbagai jurnal internasional terkemuka.  +
I Made Sujaya merupakan dosen tetap di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID), Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), IKIP PGRI Bali. Pendidikan S1 diselesaikan di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Unud, sedangkan pendidikan S2 diselesaikan di Prodi Magister Ilmu Linguistik, Konsentrasi Wacana Sastra, Program Pascasarjana, Unud. Sejak Agustus 2016 menempuh pendidikan S3 di Program Studi Doktor Ilmu Linguistik, Konsentrasi Wacana Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Unud. Dua bukunya yang sudah diterbitkan, yakni Sepotong Nurani Kuta: Catatan Atas Sikap Warga Kuta dalam Tragedi 12 Oktober 2002 (2004) serta Perkawinan Terlarang: Pantangan Berpoligami di Desa-desa Bali Kuno (2007). Buku kedua mengantarkannya menerima penghargaan “Widya Pataka” dari Gubernur Bali. Pada tahun 2013, bersama sejumlah dosen Unud menerbitkan buku Dinamika Bahasa Media Televisi, Internet, dan Surat Kabar. Selain mengajar, Sujaya juga seorang wartawan dan editor lepas di harian DenPost yang terbit di Denpasar sejak tahun 1999. Dipercaya mengasuh halaman sastra dan budaya sejak tahun 2005 hingga sekarang. Pernah menjadi koresponden tabloid pelajar Wiyata Mandala (1996—1999). Dia juga pernah menjadi kontributor The Jakarta Post serta sempat turut mengasuh halaman berbahasa Bali, “Bali Orti” di Bali Post Minggu. Kini juga mengasuh blog khusus tentang Bali, balisaja.com.  +
I Made Suparsana, S.Kom, pria yang lulus dari Institute Teknologi & Bisnis STIKOM Bali. Lulus pada tahun 2021 dan mulai mengembangkan perusahaan digital yang bernama PT Foxbyte Global Inovasi yang berlokasi di Denpasar, Bali. Bisnisnya berfokus pada penyediaan solusi perangkat lunak untuk industri perbankan, retail, transportasi serta startup. I Made Suparsana, S.Kom menjabat sebagai Project Manager di perusahaannya. Perusahaan ini lahir ketika pandemi melanda Indonesia. Banyak bisnis yang mulai gulung tikar dan beralih ke layanan digital. Dari momentum tersebut Made Suparsana dan timnya melihat bahwa perubahan tren sedang terjadi dimana pengguna sudah mulai beralih ke layanan digital. Perusahannya memiliki visi “To Be Global Digital Solution Provider in the 4.0 Revolution Era”.  +