Property:Response text id
From BASAbaliWiki
T
Sampah telah menjadi hal biasa dalam kehidupan kita, baik itu sampah organik dan anorganik. Sampah-sampah tersebut berasal dari berbagai kegiatan, terutama dalam kegiataan keagamaan, termasuk sarana dan prasarananya. Pencegahan demi pencegahan telah digerakkan oleh masyarakat guna mengurangi sampah-sampah tersebut. Beberapa hal dapat dilakukan masyarakan dalam mengurangi sampah dari upacara keagamaan, seperti mengurangi penggunaan sarana atau prasarana keagamaan sekali pakai. Sering kali sarana dan prasaran yang digunakan berasal dari alam, sampah-sampah tersebut dapat kita kumpulkan dan ubah menjadi pupuk kompos yang dapat berguna pula untuk menyuburkan lingkungan. Selain ramah alam juga tak membahayakan kehidupan sekitaran, masyarakan diusahakan dapat mengurangi penggunaan sarana dan prasarana yang berasal dari sampah anorganik dengan menggunakan barang yang sebelumnya telah digunakan dapat diubah sehingga menjadi sesuatu yang berguna dan juga diharapkan masyarakat dapat saling bekerjasama dan saling mengingatkan demi kehidupan yang lebih baik tanpa sampah dimasa mendatang. +
Menurut saya, pengelolaan sampah saat upacara adat merupakan masalah yang harus menjadi perhatian bersama masyarakat. Upacara adat, yang bersifat suci dan agung, terkadang menghasilkan tumpukan sampah, terutama sampah plastik dan organik yang berasal dari kegiatan upacara tersebut.Menurut saya, masyarakat adat, desa adat, dan pemerintah perlu menetapkan aturan yang menjadi pedoman dalam pengelolaan sampah saat upacara. Sampah upacara harus dipilah dengan sistem yang jelas, pemilahan sampah organik dan anorganik agar dapat dikelola dengan baik. Dengan cara ini, upacara adat tidak akan menimbulkan masalah bagi lingkungan, melainkan turut serta dalam upaya pelestarian bumi.Agar hasilnya baik, masyarakat harus bersatu menjaga adat dan lingkungan agar Bali tetap lestari dan sejahtera. +
Sampah pergi Batur indah
perdebatan sampah masih menjadi perbincangan di masyarakat, terutama di desa-desa dan tempat persembahyangan. Salah satunya di Pura Batur. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat setempat atau masyarakat yang sedang sembahyang di pura batur tentang tata cara pengelolaan sampah yang tepat. Hal ini , menyebabkan penyakit seperti diare, banjir pencemaran tanah, dan menyebabkan terhambatnya aktivitas persembahyangan. Untuk itu, ada beberapa cara untuk mengurangi sampah seperti:
1) Menyediakan berbagai jenis tempat sampah, baik organik maupun anorganik.
2) mengganti matras sampah plastik dengan kertas atau kardus untuk mengurangi konsumsi sampah plastik,
3) Menggunakan tanah organik sebagai kompos, .
4) menggunakan limbah anorganik yang masih layak untuk didaur ulang, .
5) membuang sampah ke TPS atau TPA dua kali seminggu,
6) mulai mengontrol sampah yang berbahaya seperti sampah elektronik, baterai, dll +
Menurut pendapat saya, cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi sampah saat aktivitas keagamaan baik sampah organik maupun anorganik yaitu bisa diberikan peringatan berupa papan peringatan yang berisi tentang aturan-aturan pembuangan sampah di pura. Selain itu bisa juga diberikan aturan jika sudah selesai bersembahyang, sampah-sampah baik bunga, canang, daun, plastik, dan lain sebagainya untuk di bawa setelah selesai sembahyang agar tidak ada sampah yang tercecer lagi. Selain hal tersebut, kesadaran masyarakat atau pemedek yang bersembahyang ke pura juga perlu ditingkatkan lagi untuk pemilahan atau pembuangan sampah. Dengan kesadaran tersebut masyarakat atau pemedek sudah secara otomatis membantu petugas kebersihan di pura tersebut untuk membersihkan sampah-sampah yang ada, sehingga sampah-sampah yang ada di pura tersebut dapat berkurang dan tidak menumpuk. Selain itu, bisa juga dengan mengurangi penggunaan sampah plastik yang berlebihan, sehingga lebih mudah di pilah dengan sampah-sampah organik yang lainnya. Dengan kurangnya sampah, pura-pura di Bali tetap besih. +
Bali disebut-sebut sebagai Pulau seribu pura.
Memang seribu puranya, tapi kok berjuta-juta banyak sampahnya?
Nah ayo jujur, siapa pernah seperti ini?
Selesai sembahyang, canang, dupa, dan bunga dibiarkan berserakan di tanah.
Selesai sembahyang, memohon persembahan dan menikmatinya di pura, lalu sampahnya dibiarkan berserakan juga di pura. Kalau tidak di Pura, di luar areal pura, padahal juga sama membuat pura itu menjadi kotor.
Jika semua pengunjung dan umat bertingkah seperti itu, apa tidak semakin kotor puranya?
Oleh karena itu, ayo mulai dari sekarang terapkan ajaran Tri Hita Karana dengan baik. Selalu ingat jika memelihara lingkungan pura itu bisa dimulai dari diri kita sendiri. Boleh kita menikmati kudapan sesajen persembahan, tapi sampahnya harus kita bawa pulang. Janganlah membuang sampahnya di pura. Begitu juga warga sekitar agar tidak berjualan di tengah pura, boleh berjualan tapi alangkah baiknya mencari tempat yang sesuai di luar pura. Karena sampah sisa daganganya itu juga menjadi penyebab pura kita menjadi tercemar.
Perlu diketahui, di Pura Besakih dan wilayah Desa Besakih sebenarnya sudah ada aturan mengenai pengelolaan sampah dan lingkungan. Tetapi belum banyak orang yang tahu, itu seharusnya kita sosialisasikan dengan masif agar semua orang menjadi paham. Begitu juga, di Pura kita harus memperbanyak memasang himbauan-himbauan, memperbanyak jumlah relawan dan pecalang untuk menjaga ketertiban termasuk tindak pelanggaran lingkungan. Menerapkan pemereksaan awal sebelum memasuki areal pura, untuk meminimalisasi penggunaan sampah plastik. Serta, memperbanyak jumlah tempat sampah yang sudah dipilah organik dan an organik.
Ayo teman-teman, jaga pura Agung Besakih kita ini bersama-sama. Agar baik rasanya ketika kita duduk berdoa ke hadapan Beliau. +
Manusia adalah pencipta sampah terbesar, selama masih ada manusia pasti akan selalu ada sampah. Manusia bisa membuat berbagai jenis sampah mulai dari yang organik, non organik, residu, sampah pabrik, sampah upacara keagamaan, dan yang lainnya. Sebab kita semua yang membuat, kita juga yang harus menanggulangi sampah sampah ini. Oleh karena itu saya akan memberikan sedikit pendapat saya mengenai cara menanggulangi sampah upacara keagamaan. Disetiap upacara keagamaan pasti akan selalu ada sampah. Contoh nya di Bali, di sini ada yang namanya upacara dimana setiap upacara ini memerlukan yang namanya banten. Ketika hanya upacara persembahyangan yang kecil, seperti sembahyang dirumah kita bisa menggunakan bokor untuk tempat bunga dan Banten nya. Ketika upacara nya mulai besar sudah pasti kita tidak akan menggunakan bokor untuk tempat Banten nya, dan dari situ muncullah yang namanya sampah. sekarang bagaimana sih cara menanggulangi nya? pertama kita bisa membedakan mana sampah organik dan anorganik. Sampah organik seperti bunga kita bisa buat untuk wewangian seperti parfum, sampah buah bisa kita jadikan ekoenzim dimana ekoenzim ini memiliki banyak sekali manfaat seperti untuk sabun cuci piring, dapat menurunkan efek rumah kaca, bisa juga dijadikan pupuk tanaman. Sampah canang juga bisa kita jadikan pupuk dengan cara mengeringkannya terlebih dahulu. Sampah anorganik seperti sampah botol bisa kita jadikan pot , tutup botolnya bisa kita jadikan sebagai tas dengan berbagai bentuk , warna, dan corak. Demi mengurangi penggunaan plastik, sebaiknya saat upacara keagamaan kita menggunakan plastik yang terbuat dari singkong yang dimana ini lebih ramah lingkungan. untuk bungkus nasi bisa kita kumpulkan lalu dijual, diharapkan disetiap pura ini disediakan tempat sampah sesuai dengan jenisnya agar masyarakat juga bisa membedakan jenis jenis sampahnya. karena sekarang sudah ada media sosial, kita juga bisa membuat video video edukasi untuk masyarakat, agar mereka tau yang mana itu sampah organik, anorganik, dan residu. bisa juga video cara menanggulanginya, cara memilahnya, dan video edukasi yang bermanfaat lainnya. mulai sekarang ayo jaga kebersihan lingkungan, bijak dalam penggunaan sampah sudah pasti Bali ini akan lestari.
Masalah tentang sampah tidak/belum selesai ya. Sebenarnya sampah ini dapat membahayakan manusia. Oleh karena itu masyarakat bali harus sigap tanggap untuk mengatasi adanya sampah yang berasal dari upacara agama dengan cepat bisa membuat lingkungan ini kotor. Nah untuk masalah tersebut saya mempunyai sedikit solusi, seperti :
Pada saat melakukan yadnya jangan menggunakan perlengkapan-perlengkapan seperti plastik,kaleng,stereofoam dll
Sebelum upacara dimulai para pemerintah bisa melakukan penyuluhan tentang 3R.
Kalau ada sampah organik seperti buah-buahan, itu bisa dijadikan ecoenzim, bisa juga dijadikan pupuk kompos +
Pengelolaan sampah dalam aktivitas keagamaan seperti upakara, sangat relevan dengan konsep Tri Hita Karana, yang menekankan keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan lingkungan. Dalam konteks hubungan dengan Tuhan, setiap persembahan dalam upakara adalah wujud syukur. Namun, kita juga harus sadar bahwa menjaga lingkungan merupakan bagian dari kewajiban spiritual kita. Sampah upakara yang tidak dikelola dengan baik, seperti plastik dan bahan sintetis, dapat mencemari alam yang kita anggap suci. Untuk itu, kita dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan beralih ke bahan-bahan alami, seperti daun kelapa, bambu, dan bunga, yang lebih mudah terurai. Penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya memilah sampah dan menerapkan prinsip reuse serta recycle setelah upacara selesai. Dengan begitu, kita menjaga keseimbangan hubungan dengan sesama manusia (Pawongan) karena aksi ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga menciptakan kesadaran kolektif untuk melindungi bumi. Mengelola sampah dengan bijak adalah perwujudan dari upaya menjaga keharmonisan tiga elemen ini dalam kehidupan sehari-hari. +
Jika diingat lagi, kita sering melakukan dosa dengan meninggalkan sampah kita di tempat ibadah. Ini tidak benar, karena sebagai pawongan, kita seharusnya sadar dengan kewajiban kita: menjaga hubungan antara Parahyangan, Pawongan dan Palemahan, atau yang dinamakan Tri Hita Karana.
1. Parahyangan: artinya, kita harus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui sarana yang tidak mencemari tempat ibadah.
2. Pawongan: artinya, kesadaran akan kewajiban kita harus lahir dari diri kita sendiri. Kita harus saling mengingatkan, misalnya memasang peringatan di depan tempat ibadah dan mengingatkan para pengunjung Pura lainnya untuk memungut sampah mereka dan membuangnya di tempat yang benar.
3. Palemahan: artinya, setelah kita selesai sembahyang, kita harus membersihkan tempat kita beribadah. Perihal sampah, kita bisa menerapkan 3R dengan membagi sampah tersebut berdasarkan jenisnya.
Jika kita sudah mampu menjaga kebersihan di lingkungan pura, maka itu artinya kita sudah melaksanakan Tri Hita Karana. +
U
Salah satu penyebab menumpuknya sampah pada upacara adat adalah plastik. Banyak perlengkapan upacara, seperti bunga, makanan, dan sesajen, dibungkus plastik sekali pakai untuk menjaga kebersihan dan kepraktisan. Namun, penggunaan plastik ini berdampak buruk pada lingkungan karena sulit terurai. Untuk mengurangi sampah plastik, masyarakat dapat beralih ke bahan-bahan alami seperti daun pisang, anyaman bambu, atau kelapa sebagai pembungkus alternatif yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan melalui pengurangan sampah plastik perlu ditingkatkan, terutama di kalangan generasi muda. Pihak penyelenggara upacara juga dapat menyediakan tempat sampah yang memisahkan sampah organik dan non-organik, serta mendorong warga yang mengikuti upacara adat untuk membawa wadah sendiri guna mengurangi penggunaan plastik. Dengan cara ini, tradisi tetap dapat dijalankan tanpa menambah beban sampah yang mencemari alam. +
Seperti yang sudah kita ketahui pulau Bali begitu banyak memiliki budaya dan tradisi yang sudah diakui dunia. Berbicara tentang budaya dan tradisi tentu saja berkaitan dengan upacara keagamaan khususnya agama hindu di Bali seperti upacara piodalan di pura maupun merajan/sanggah (tempat suci di rumah), pengabenan, galungan&kuningan, hari raya saraswati, dan lain sebagainya. Dalam upacara keagamaan tidak terlepas dengan bahan maupun sarana yang harus digunakan untuk memperlengkap dan menunjang upacara keagamaan baik itu banten dan sarana persembahyangan. Bahan dan sarana yang digunakan sudah tersedia di alam ini sendiri dengan diolah terlebih dahulu untuk bisa dijadikan banten atau sarana/perlengkapan lainnya, seperti bambu, daun kelapa muda bahkan tua, daun-daunan, dsb. Di era modern ini untuk mempermudah suatu kegiatan digunakanlah sarana-sarana yang begitu instan yaitu tidak terlepas dengan penggunaan plastic, pada saat upacara keagamaan plastik sudah banyak digunakan untuk mewadahi canang/banten, begitu juga jika orang-orang ingin meminta tirta mereka menggunakan plastic untuk mewadahi tirta tersebut. Hal kecil seperti itu akan memperbanyak penumpukan sampah yang tercampur pada saat kegiatan upacara keagamaan.
Seperti pada saat upacara keagamaan di pura agung besakih pemedek begitu banyak, bunga, dupa, dan canang-canang yang sudah dihaturkan dibuang di tempat sampah yang sudah penuh menyebabkan penumpukan sampah yang begitu banyak. Upacara keagamaan yang dilaksanakan dirumah juga dapat menimbulkan sampah-sampah entah itu sampah organic maupun anorganic. Jika upacara keagamaan dilaksanakan dirumah tentu dahulu setiap rumah memiliki teba yang terletak di belakang rumah, ini yang dimaksud dengan “teben” yang berarti bawah atau belakang, teba inilah yang digunakan untuk membuang sampah sehari-hari maupun sampah pada saat kegiatan upacara keagamaan, teba inilah yang memiliki peran penting untuk mengurangi sampah dan menampung bahkan bisa digunakan untuk membakar sampah-sampah. Disamping itu pada zaman sekarang setiap rumah sudah jarang memiliki teba mungkin karena sudah digunakan untuk membangun atau hal-hal lainnya. Namun sekarang orang-orang berbalik dengan dahulu dengan membuang sampah tidak lagi dibelakang rumah melainkan di depan rumah, ini yang dimaksud dengan “ulu’’ yang berarti atas atau depan, yang dimana akan diangkut dengan truck sampah.
Untuk mengurangi sampah pada upacara keagamaan di Bali khususnya di pura jika sesudah menghaturkan canang-canang, dupa, bunga yang sudah tidak dipakai jangan dibuang di areal pura bawalah sampah tersebut ke rumah atau buanglah pada tempat yang memang dikhususkan untuk membuang sampah organic maupun anorganik. Karena sampah seperti bunga yang dikeringkan akan bisa di daur ulang yang dapat digunakan untuk membuat dupa. Maka dari itu jagalah teba serta buanglah sampah pada tempatnya dan kurangi sampah plastic. Bali ajeg dan lestari dikarenkan kesadaran masyarakat Bali untuk menjaga tanah kelahiran yaitu tanah Bali.
Pengempon pura, manggala karya, pemedek, dan pedagang harus bersatu dalam mengurangi dan mengelola sampah upacara di pura. Berikut pendapat saya terkait usaha yang dapat dilaksanakan: 1) Pengempon menyusun peraturan, membentuk satuan tugas mengurangi dan mengelola sampah di pura seperti menjadi pupuk dan eco enzyme, menyediakan tempat sampah organik, anorganik dan residu di tempat yang strategis, menyediakan lubang biopori sampah organik, mengadakan sosialisasi melalui pengeras suara, spanduk, maupun media sosial, serta menegakkan sanksi tegas bagi yang melanggar. 2) Pemedek untuk tidak membawa atau menggunakan tas kresek serta produk lain yang berbahan plastik sekali pakai, pemedek membuang sampah bekas muspa di tempat yang disediakan, dilarang membuang sisa lungsuran di pura, dan ikut mengingatkan hal tersebut kepada pemedek lainnya. 3) Para pedagang di sekitar pura harus menjaga kebersihan dengan tidak menyediakan dan menggunakan tas kresek atau produk lain berbahan plastik serta mengelola sampah berbasis sumber. +
Tri Hita Karana adalah keselarasan antara manusia dengan semesta dan merupakan pedoman Masyarakat Bali. Pura Besakih menjadi salah satu contoh interaksi keselarasan antara manusia dengan Tuhan. Menurut laman resmi Pemerintah Kabupaten Karangasem, Pura Besakih mencatatkan total pengunjung sebanyak 248.675 orang pada tahun 2023. Interaksi pengunjung tersebut menghasilkan sampah sebesar 1 ton setiap harinya. Hal ini juga diperburuk dengan minimnya persediaan tempat sampah yang ada, sehingga dapat menimbulkan penumpukan sampah. Penumpukan sampah organik menimbulkan gas metana yang memicu ledakan. Sebagai Masyarakat Bali harusnya kita sadar dengan permasalahan ini, saya mencanangkan program “Pilah dan Olah”. Program ini akan menambahkan tempat sampah khusus pada area pura, di setiap pura akan diberikan 2 tempat sampah khusus dengan masing-masing sebagai tempat sampah buah-buahan dan canang. Program ini akan melakukan pengolahan limbah buah-buahan menjadi eco-enzym, dan limbah canang menjadi kompos. Adanya program ini saya berharap dapat meningkatkan prinsip 3R dan prinsip Tri Hita Karana Masyarakat Bali. +
Tentunya dari kita sudah mengetahui akan banyaknya informasi mengenai permasalahan sampah di negara Indonesia ini. Permasalahan yang biasanya ada dalam aktivitas keagamaan yaitu banyaknya jumlah sampah yang digunakan selama persembahyangan. Maka dari permasalahan tersebut kami membahas tentang salah satu solusi untuk pengurangan jumlah sampah "Penggunaan Tas Anyaman sebagai Tempat Bunga". Sebagian besar penduduk di Bali sering menggunakan plastik atau kresek sebagai tempat untuk bunga, +
V
Sampah upacara di Bali menjadi masalah lingkungan yang cukup serius. Tradisi keagamaan di Bali sering kali melibatkan banyak persembahan, yang menggunakan bahan-bahan alami seperti daun kelapa, bunga, dan janur, namun sering disertai oleh bahan-bahan nonalami seperti plastik. Adapun dampak dari oknum masyarakat menimbulkan sampah plastik dari kemasan makanan yang diperbuat oleh peserta upacara. Permasalah tersebut harus mendapat perhatian yang serius, yang perlu dicarikan solusi penanganannya. Adapun solusi dari saya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
VERMIKOMPOSTING
Vermikomposting adalah proses pengomposan yang menggunakan cacing tanah, terutama spesies seperti Eisenia fetida (cacing merah) untuk menguraikan bahan organik menjadi pupuk kompos yang kaya nutrisi. Setelah sampah sudah di pisahkan sesuai jenisnya. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan upacara adat, persembahan atau persembahyangan dikumpulkan untuk digunakan bahan kompos. Proses ini melibatkan cacing yang memakan sisa-sisa sampah organik yang dihasilkan dari kegiatan upacara tersebut dan menghasilkan kotoran cacing (kascing) yang sangat baik untuk tanah. +
MENJAGA KEBERSIHAN DI WILAYAH PURA +
Tata cara membersihkan area pura +
W
Bali terkenal ke mancanegara karena adanya alam dan budayanya yang indah. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Bali. Namun, ada permasalahan yang belum terpecahkan yaitu banyaknya sampah, terutama di sekitar pura dan tempat suci lainnya.Sampah ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membuat wisatawan merasa tidak nyaman.
Agar kita bisa mengatasi masalah ini, kita terutama desa adat, harus bekerja sama. Desa adat harus memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, terutama sampah dari upacara keagamaan. Masyarakat harus menggunakan tas ramah lingkungan dan membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Desa harus memberikan peringatan agar masyarakat membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Desa juga memberikan kontribusi menyediakan tempat sampah dan mengajak masyarakat untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. +
Upacara keagamaan adalah upacara yang dilaksanakan dengan menghaturkan sesajen. Tetapi di saat upacara keagamaan sudah selesai, ada banyak sampah seperti sampah organik, anorganik, atau residu. Ada beberapa cara untuk mengurangi sampah saat upacara keagamaan yaitu :
1. Mengurangi sampah plastik. Solusinya, kita semua bisa mengganti wadah bunga yang dari plastik sekali pakai bisa menggunakan wadah ramah lingkungan atau rajutan rotan.
2. Membuat biopori. Tujuannya adalah sampah organik yang sudah terkumpul lalu di buang di biopori selanjutnya bisa dibuat pupuk kompos dari biopori tersebut.
3. Terdapat tempat sampah baik organik, anorganik, dan residu di tempat-tempat tertentu, supaya pemedek (yang hadir sembahyang) yang hadir dapat memilah sampah yang sudah mereka pakai.
4. Pedagang asongan tidak boleh berjualan di sekitar pura. Karena pedagang asongan bisa menambah sampah saat berjualan di sekitar pura.
Hanya segitu yang dapat saya sampaikan. Harapan saya supaya ini bisa dilaksanakan saat ada upacara keagamaan. +
Menurut pendapat saya mengelola sampah pada upacara agama kita bisa melakukan beberapa cara yaitu
1. Mengedukasi dan mengajak masyarakat setempat untuk mengelola sampah" yang dihasilkan dari upacara agama.
2. Menyediakan lebih banyak tempat sampah dan alat pengelolaan sampah di tempat upacara agama. Karena minimnya ketersediaan fasilitas pengelolaan sampah menyebabkan tidak adanya pengolahan sampah upacara agama yang umumnya didominasi oleh sampah organik yang dapat kita jadikan pupuk kompos.
3. Bekerja sama dengan pihak yang berwenang pada bidang pengelolaan sampah di sekitar pura untuk membantu kelancaran aktivitas pemilihan sampah.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pengelolaan sampah pada upacara agama dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan. +