Where did this ceremony take place:
In English
There are three traditional villages in Karangasem that do fire fighting on Pangrupukan day, namely Seraya, Jasri and Saren. This tradition is carried out every two years when the Saka year number falls on an odd number. Usually, the Ter-Teran tradition takes place on the night of Pangrupukan (see entry “Tawur Agung Kasanga”), along with the Ngusaba Muu-Muu ceremony in the local village.
In this tradition of fire warfare or siat api, the torch is made of danyuh (dry coconut leaves) tied together with wood or bamboo slats. The burning stick was then thrown between the two groups of residents, namely North Jasri and South Jasri.
This fire war is closely related to the Pangrupukan ceremony aiming to expell bad luck. By lighting a fire, the darkness will disappear. This fire war means that each person must light a fire within themselves so that the darkness of the mind can be eliminated.
In Balinese
In Indonesian
Ada tiga desa adat di Karangasem yang melakukan perang api pada hari Pangrupukan, yakni Seraya, Jasri dan Saren. Tradisi ini dilakukan dua tahun sekali saat angka tahun Saka jatuh pada angka ganjil. Biasanya, tradisi Ter-Teran berlangsung pada malam Pangrupukan (lihat entri “Tawur Agung Kasanga”), bersamaan dengan upacara Ngusaba Muu-Muu di desa setempat.
Dalam tradisi perang api atau siat api ini, obor terbuat dari danyuh (daun kelapa kering) yang diikat bersama kayu atau bilah bambu. Tongkat membara ini kemudian dilempar-lemparkan di antara dua kelompok warga, yakni Jasri utara dan Jasri selatan.
Siat api ini erat kaitannya dengan upacara Pangrupukan dan menolak bala. Dengan menyalakan api, kegelapan akan hilang. Perang api ini memberi makna bahwa setiap orang harus menyalakan api di dalam dirinya masing-masing agar kegelapan pikiran dapat dilenyapkan.
Nyambulick TV
https://www.youtube.com/channel/UCINhqWW02h17cPi_j6gqgcQ
Enable comment auto-refresher