Where did this ceremony take place:
In English
In the fourth month of the Balinese calendar, or Sasih Kapat, there is a war ritual in Seraya Village, eastern Karangasem. This fighting ritual is called Gebug Ende. Seraya villagers do a duel with rattan sticks and shields to beg for rain.
Seraya is one of the dryest areas in Karangasem. It is located on the east coast of Bali, on the outside wall of an ancient caldera known as the now inactive Seraya Volcano. The Seraya region is a rain shadow region which has relatively drier weather than the areas on the other side of the mountain. Therefore, the Gebug Ende tradition is routinely carried out by the community to ask for rain so that they can start planting rice and crops.
Formerly, when the Karangasem Kingdom was about to attack the Silaparang Kingdom in Lombok, the Karangasem king ordered the Seraya youths to be on the front lines. The people of Seraya at that time were known to be strong and possess immunity to wounds. Finally, Karangasem won against Silaparang. To celebrate the victory, the Gebug Ende tradition was carried out.
In this ritual, two young men fight with a stick and a round woven bamboo shield. Each round runs for about ten minutes and is administered by a referee named “saya”.
You can witness this interesting ritual every October-November at the Seraya Village field or other special places provided by local authorities.
In Balinese
In Indonesian
Pada bulan keempat kalender Bali, atau Sasih Kapat, ada ritual perang di Desa Seraya, Karangasem bagian timur. Tradisi ritual perang tanding ini dinamai Gebug Ende. Masyarakat Desa Seraya melakukan aksi duel dengan tongkat dan perisai untuk memohon hujan.
Seraya adalah salah satu daerah kering di Karangasem. Letaknya di pesisir pantai timur Bali, di bagian luar kaldera tua yang dikenal sebagai Gunungapi Seraya yang kini sudah tidak aktif. Wilayah Seraya menjadi wilayah bayangan hujan yang memiliki cuaca relatif lebih kering daripada daerah di sisi lain gunung. Karena itu, tradisi Gebug Ende ini rutin dilakukan masyarakat untuk memohon hujan agar mereka bisa mulai menanam padi dan palawija.
Saat Kerajaan Karangasem akan menggempur Kerajaan Silaparang di Lombok, raja Karangasem memerintahkan pemuda-pemuda Seraya untuk berada di garis depan. Warga Seraya pada saat itu dikenal kuat dan memiliki ilmu kebal. Akhirnya, Karangasem menang melawan Silaparang. Untuk merayakan kemenangan itu, tradisi Gebug Ende dilakukan.
Dalam ritual ini, dua pemuda bertarung dengan sebilah tongkat dan perisai bundar dari anyaman bambu. Setiap ronde berjalan sekitar sepuluh menit dan diatur oleh seorang wasit yang dinamai “saya”.
Anda dapat menyaksikan ritual menarik ini setiap bulan Oktober-November di lapangan Desa Seraya atau tempat khusus lain yang disediakan oleh otoritas setempat.
Sila Warsa
https://www.youtube.com/channel/UCuz0IEnMs4wAsJr77JEwpMQ
Enable comment auto-refresher