Where did this ceremony take place:
In English
Besides being famous for gaga rice (see entry “Ngaga di Pedawa”), Pedawa Village is also known for its gula jaka (palm sugar) which is traditionally processed. Pedawa people have a unique tradition if they want to harvest nectar from palm trees. This tradition is called Ngiris.
Ngiris means slicing the stem of the palm flower to release the sweet sap which becomes the core ingredient of tuak. Apart from tuak, this sap is also processed into palm sugar which is very sweet and healthy. Palm sugar contains a lot of fructose which can be absorbed directly by the blood making it suitable for diabetics. Apart from palm sugar, palm tree sap is also processed into juruh. Juruh is somewhat different from solid palm sugar. Juruh (nectar) is liquid but tastes like palm sugar. Currently, the famous palm sugar in Bali is produced in Les Village, Tejakula.
In Pedawa, people who are slicing palm flowers cannot be greeted and cannot be invited to chat because it will spoil the taste of the tuak flowing from the flower stems that they are tapping.
To start making tuak or palm sugar, people choose a good day to start tapping. The process is then continued every five days for six times. This is called a Noknokan calculation. Thus, the process of making Pedawa tuak from start to finish lasts thirty days.
The Ngiris procession is actually the process of taking the sap that has been collected in a bamboo container and tapping back the palm flower stems so that the sap can continue to flow. People who tap palm flowers have to be careful because if the knife slices go too deep and touch the core of the stem, the whole flower will die.
There are various other ceremonies associated with the production of this Pedawa palm wine and sugar. More detailed research and documentation is being conducted.
In Balinese
In Indonesian
Selain terkenal dengan padi gaga (lihat entri “Ngaga di Pedawa”), Desa Pedawa juga dikenal dengan gula jaka (gula aren) yang dibuat dengan cara tradisional. Masyarakat Pedawa memiliki tradisi unik apabila mereka ingin memanen nira atau nektar dari pohon aren. Tradisi ini dinamakan Ngiris.
Ngiris berarti mengiris batang bunga aren agar mengeluarkan getah nira manis yang menjadi cikal-bakal tuak. Selain tuak, getah nira ini juga diproses menjadi gula aren yang amat manis dan menyehatkan. Gula aren mengandung banyak fruktosa yang bisa langsung diserap oleh darah sehingga cocok bagi penderita diabetes. Selain gula aren, nira pohon aren juga diproses menjadi juruh. Juruh agak berbeda dengan gula aren yang padat. Juruh (nektar) berwujud cair namun terasa seperti gula aren. Saat ini juruh aren yang terkenal di Bali diproduksi di Desa Les, Tejakula.
Di Pedawa, orang yang sedang mengiris bunga aren tidak boleh disapa dan tidak boleh diajak mengobrol karena akan merusak cita rasa tuak yang mengalir dari batang bunga yang disadapnya itu.
Untuk mulai membuat tuak atau gula aren, masyarakat memilih hari baik untuk mulai menyadap. Prosesnya kemudian dilanjutkan setiap lima hari sekali selama enam kali. Ini disebut perhitungan noknokan. Sehingga, proses pembuatan tuak Pedawa dari awal hingga siap dikonsumsi berlangsung selama tiga puluh hari.
Prosesi Ngiris sejatinya adalah proses pengambilan nira yang telah terkumpul dalam selongsong bambu dan menyadap kembali batang bunga aren agar getahnya bisa terus mengalir. Orang yang menyadap bunga aren harus berhati-hati karena jika irisan pisaunya terlalu dalam dan menyentuh inti batang, seluruh bunga aren itu akan mati.
Ada berbagai upacara lain yang terkait dengan produksi tuak dan gula aren Pedawa ini. Penelitian dan dokumentasi yang lebih mendetail sedang dilakukan.
Net Biro Bali
https://www.youtube.com/channel/UCYE_GLBxi_I6W1cc7P2nt2w
Enable comment auto-refresher